Bagaimana Penanganan Kanker Kolon?
Kanker kolon merupakan kanker usus yang paling umum terjadi dan menjadi penyebab umum ketiga kematian akibat kanker pada wanita dan pria. Kanker kolon merupakan penyakit kanker ganas ketiga terbanyak di dunia. Masalah yang sering muncul pada pasien kanker meliputi masalah fisik dan non fisik. Selain menimbulkan masalah fisik, penyakit kanker juga menimbulkan masalah psikologis, sosial juga berdampak pada masalah ekonomi. Pasien kanker kolon dengan perforasi memiliki tingkat frekuensi kekambuhan yang lebih besar dari pada pasien yang tidak mengalami perforasi karena diketahui bahwa kanker kolon dengan perforasi sangat berisiko tinggi. Bagian kolon yang paling umum terjadi obstruksi kanker kolon adalah kolon sigmoid, dengan persentase sebesar 75?ri tumor berlokasi di distal fleksura splenica. Persentase perforasi yang berlokasi pada tumor hampir 70?n perforasi yang berlokasi di proksimal dari lokasi tumor sebesar 30%. Kejadian penyakit kanker meningkat sesuai dengan usia (penyakit kanker kolon banyak terjadi pada pasien usia 55 tahun keatas) pada pasien yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis, dan polip.
Faktor Risiko Kanker Kolon
Kanker kolon memiliki beberapa faktor risiko di antaranya pasien lanjut usia, riwayat terkena kanker kolon, riwayat keluarga dengan kanker kolon, penyakit radang usus, gaya hidup yang buruk, obesitas, dan penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perforasi pada kanker kolon yaitu tindakan kolonoskopi yang merupakan standar baku untuk skrining adanya kanker kolon yang berhubungan dengan perforasi iatrogenik atau akibat adanya trauma mekanis dari tindakan. Terjadinya obstruksi sebagai indikasi dilakukannya kolonoskopi juga menjadi faktor risiko terjadinya perforasi.
Gejala dan Diagnosis
Perforasi kolon merupakan komplikasi tertinggi pada gastrointestinal dibandingkan dengan perforasi lainnya. Kandungan bakteri yang tinggi di usus besar memicu terjadinya peritonitis bakteri. Sebagian pasien mengalami gejala seperti adanya abses yang menyerupai massa perut, dan atau disertai dengan sepsis. Keluhan nyeri perut yang menetap dan distensi pada beberapa pasien setelah dilakukan tindakan kolonoskopi menandakan adanya perforasi sehingga membutuhkan evaluasi segera dari perforasi kolon. Penegakan diagnosis dari perforasi kolon bisa dengan temuan klinis dan radiografi. Beberapa modalitas pencitraan dan tes laboratorium berguna dalam mengidentifikasi keberadaandan etiologi perforasi. Tomografi komputer multi detektor merupakan modalitas pilihan untuk evaluasi pasien dengan suspek perforasi. Tomografi komputer multi detektor memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi gas ekstraluminal dan kemampuannya dalam melokalisasi lokasi dari perforasi, dengan akurasi mulai 82 hingga 90%. Diagnosis dan etiologi perforasi juga ditegakkan dengan CT abdomen. Perforasi yang diakibatkan oleh kanker kolon dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai perforasi bebas dan perforasi tertutup. Gambaran onkologis dari perforasi tertutup berbeda dengan perforasi bebas, hal ini dikarenakan adanya peradangan lokal akibat dari pembentukan abses lokal yang dapat dilihat pada tomografi komputer operasi atau pemeriksaan patologis. Pembentukan rongga abses inilah yang membuat risiko penyebaran tumor (sel-sel ganas) lebih rendah dibandingkan dengan perforasi bebas. Pasien kanker kolon usia tua cenderung mengalami komplikasi perforasi kolon. Orang dengan kanker kolon yang disertai perforasi akan dihadapkan oleh kondisi ganda yaitu sepsis yang berkaitan dengan peritonitis dan keadaan yang berujung kematian.
Penanganan
Penanganan secara umum pada kanker yang mengalami perforasi yaitu reseksi darurat yang diikuti oleh anastomosis ileokolika primer. Tindakan operasi laparatomi atau eksplorasi laparoskopi merupakan salah satu tatalaksana dari perforasi kolon jika terjadi peritonitis atau sepsis. Prinsip tatalaksana dari perforasi diawali dengan penilaian awal, resusitasi, penegakan diagnosis, dan tatalaksana emergency. Jika diduga mengalami perforasi pada penilaian awal maka selanjutnya dirujuk ke dokter bedah umum atau bedah digestif. Selanjutnya, terapi awal yang dapat dilakukan yaitu memuasakan pasien, resusitasi cairan yang adekuat untuk mempertahankan hemodinamik dan perfusi serta pemberian antibiotik spektrum luas sebelum tindakan operasi. Namun operasi dapat menjadi kontraindikasi jika terjadi masalah ketika tindakan anestesi dan operasi, seperti gagal nafas, gagal jantung, dan kegagalan multiorgan. Perforasi kolon yang terjadi pada lokasi kolon tranversum dapat dilakukan tindakan kolektomi atau tindakan pembedahan untuk mengangkat seluruh atau subtotal kolon sedangkan untuk kasus perforasi pada kolon sigmoid dapat ditangani dengan prosedur Hartmann. Prosedur Hartmann adalah operasi yang dilakukan untuk mengangkat bagian usus yang tidak normal. Pembedahan dilakukan untuk mengangkat daerah usus yang abnormal kemudian dilakukan kolostomi. Prosedur Hartmann biasa dilakukan pada sebagian besar pasien dengan perforasi kanker kolon.
Endoskopi juga dapat memberikan penyembuhan yang memadai pada kasus perforasi dan pencegahan peritonitis dengan membatasi perlengketan peritoneal dan menghindari operasi invasif akan tetapi keputusan untuk melakukan perawatan endoskopi tergantung pada beberapa faktor antara lain ukuran perforasi dan riwayat endoskopi sebelumnya. Pasca operasi, dilakukan tindak lanjut evaluasi radiografi, tes laboratorium, dan klinis berkala. Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah pembedahan, kolonoskopi dilakukan untuk menghilangkan tumor kolon yang tidak teramati secara intraoperatif.
Sumber
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3191/bagaimana-penanganan-kanker-kolon