Kesehatan Ginjal Untuk Semua

Memajukan akses yang adil terhadap layanan dan praktik pengobatan yang optimal

Penyakit ginjal kronis diperkirakan mempengaruhi lebih dari 850 juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan lebih dari 3,1 juta kematian pada tahun 2019.[1] Saat ini, penyakit ginjal menduduki peringkat ke-8 penyebab kematian utama[2], dan jika tidak ditangani, penyakit ini diproyeksikan menjadi penyebab utama ke-5 hilangnya nyawa pada tahun 2040.[3]

Selama tiga dekade terakhir, upaya pengobatan penyakit ginjal kronis  berpusat pada persiapan dan pemberian terapi penggantian ginjal. Namun, terobosan terapeutik baru-baru ini [4] menawarkan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mencegah atau menunda penyakit dan mengurangi komplikasi seperti penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal, yang pada akhirnya memperpanjang kualitas dan kuantitas hidup orang yang hidup dengan penyakit ginjal kronis .

Meskipun terapi-terapi baru ini harus dapat diakses secara universal oleh semua pasien, di setiap negara dan lingkungan, hambatan seperti kurangnya kesadaran penyakit ginjal kronis , kurangnya pengetahuan atau kepercayaan diri terhadap strategi terapi baru, kurangnya spesialis ginjal, dan biaya pengobatan berkontribusi terhadap kesenjangan yang besar dalam mengakses pengobatan. , khususnya di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, namun juga di beberapa negara berpendapatan tinggi. Ketimpangan ini menekankan perlunya mengalihkan fokus ke arah kesadaran penyakit ginjal kronis  dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.

Untuk mencapai perawatan ginjal yang optimal diperlukan upaya mengatasi hambatan di berbagai tingkatan sambil mempertimbangkan perbedaan kontekstual di seluruh wilayah dunia. Hal ini mencakup kesenjangan dalam diagnosis dini, kurangnya layanan kesehatan universal atau cakupan asuransi, rendahnya kesadaran di kalangan petugas layanan kesehatan, dan tantangan terhadap biaya pengobatan dan aksesibilitas. Strategi multi-cabang diperlukan untuk menyelamatkan ginjal, jantung, dan nyawa:

  • Kebijakan kesehatan – Pencegahan penyakit ginjal kronis  primer dan sekunder memerlukan kebijakan kesehatan yang ditargetkan yang secara holistik mengintegrasikan perawatan ginjal ke dalam program kesehatan yang ada, menjamin pendanaan untuk perawatan ginjal, dan menyebarkan pengetahuan kesehatan ginjal kepada masyarakat dan tenaga kesehatan. Akses yang adil terhadap skrining penyakit ginjal, alat untuk diagnosis dini, dan akses berkelanjutan terhadap pengobatan berkualitas harus diterapkan untuk mencegah penyakit ginjal kronis  atau perkembangannya.
  • Pemberian layanan kesehatan – Pelayanan ginjal yang kurang optimal disebabkan oleh terbatasnya fokus kebijakan, tidak memadainya pendidikan pasien dan penyedia layanan kesehatan, kurangnya sumber daya untuk layanan berkualitas tinggi, dan terbatasnya akses terhadap pengobatan yang terjangkau. Agar strategi ini berhasil, penting untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif, berpusat pada pasien, dan berorientasi lokal untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan terhadap perawatan ginjal berkualitas tinggi.
  • Tenaga kesehatan profesional – Mengatasi kekurangan tenaga kesehatan primer dan spesialis ginjal memerlukan peningkatan pelatihan, meminimalkan kehilangan penyedia layanan kesehatan, dan membangun kapasitas di antara petugas kesehatan, termasuk dokter layanan primer, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat. Pendidikan tentang skrining penyakit ginjal kronis  yang tepat dan kepatuhan terhadap rekomendasi pedoman praktik klinis adalah kunci keberhasilan penerapan strategi pengobatan yang efektif dan aman. Merangkul inovasi ilmiah dan memanfaatkan alat farmakologis dan non-farmakologis untuk pengobatan penyakit ginjal kronis , serta membina komunikasi yang efektif dan empati di antara para profesional akan sangat berdampak pada kesejahteraan pasien.
  • Memberdayakan pasien dan komunitas – Secara global, pasien kesulitan mengakses layanan dan pengobatan karena tingginya biaya dan informasi yang salah, yang berdampak pada perilaku dan kepatuhan mereka terhadap kesehatan. Meningkatkan kesadaran tentang faktor risiko penyakit ginjal kronis  seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, meningkatkan literasi kesehatan tentang pilihan gaya hidup sehat, perawatan diri, dan mendorong kepatuhan jangka panjang terhadap strategi pengobatan dapat membawa manfaat besar terutama bila dimulai sejak dini dan dikelola secara konsisten. Melibatkan pasien dalam organisasi advokasi dan komunitas lokal akan memberdayakan mereka untuk membuat keputusan dan meningkatkan hasil kesehatan mereka.

[1] https://vizhub.healthdata.org/gbd-results/
[2] https://www.healthdata.org/news-events/newsroom/news-releases/lancet-latest-global-disease-estimates-reveal-perfect-storm
[3] https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(18)31694-5.pdf
[4] Renin-angiotensin inhibitors, SGLT2 inhibitors, non-steroidal mineralocorticoid receptor antagonists, and GLP-1 receptor agonists, have shown benefits in delaying kidney function decline together with reducing risks of cardiovascular events and death.

Sumber

https://www.worldkidneyday.org/2024-campaign/

Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Overthinking?

Berfikir yang berlebihan di sebut juga dengan overthinking adapun susunan kata dapat menjelaskan tentang overthinking “over” yaitu “berlebihan”, “thingking” yaitu berfikir sehingga disimpulkan bahwa overthinking ialah berprilaku berfikir yang berlebihan sebagai suatu reaksi seseorang yang lahir dari berbagai keadaan. Overthinking berisi tentang ingatan yang berhubungan dengan masa lalu, bayangan tentang kejadian silam yang pilu, kesalahan yang telah di sesali dan di cemaskan tentang masa depan atau hal yang belum terjadi. Overthinking ialah salah satu bentuk psychological disorder atau gangguan psikologis karena saat seseorang mengalami overthingking maka gejala yang terjadi juga erat kaitannya dengan dunia psikologi, seperti cemas, menakutkan, terlalu banyak pertimbangan sehingga merasa diri bimbang memiliki banyak pikiran negatif yang muncul hingga mencoba menjustifikasi sesuatu sehingga memuat orang mengalami hal tersebut semakin bingung,terpuruk,  depresi hingga menutup diri. Tanpa kita sadari juga ternyata overthinking membuang waktu kita dan juga menguras energi, orang yang selalu overthinking maka bisa jadi akan sulit untuk bertindak. Sehingga hal ini dapat membuat kita terjebak dalam anxiety atau mengalami gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan sangat nyata dan serius, sama halnya seperti penyakit jantung dan diabetes. Pada saat seseorang mengalami kecemasan karena overthinking kebanyakkan dari mereka tentunya merasa tertekan dan perlu melakukan sesuatu untuk hal itu seperti berbagai atau berbicara dengan orang lain, jika tidak ada orang yang memperhatikan mereka, maka mereka akan merasa ditinggalkan dan semuanya akan menjadi lebih buruk. Karena jika seseorang, terlalu banyak berpikir maka dapat menyebabkan seseorang tersebut menilai dirinya sendiri itu secara kabur dan dapat mengakibatkan stres pada individu tersebut, yang tanpa disadari dengan berpikir terlalu banyak dapat menimbulkan masalah. Tentunya hal ini berdampak pada terganggunya kreativitas, produktivitas, dan kesehatan.

Faktor Penyebab Overthinking

Banyak sekali tentunya faktor penyebab dari overthinking, misalnya seperti karena masalah keluarga, hubungan, pekerjaan, studi, tekanan, dan lain-lain. Orang yang terlalu banyak berpikir berlebihan, lebih rentan mengalami kesedihan dan juga pikiran negatif yang berkelanjutan, sehingga hal ini juga membuat individu tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri. Yang lebih buruk adalah, ketika seseorang tidak mengetahui bahayanya dari banyaknya berpikir. Kebanyakan dari setiap orang justru merasa bahwa dirinya memiliki kemajuan memikirkan sesuatu sambil merenungkan nya tanpa henti, tetapi pada kenyataan mereka justru menyerap pemikiran negatif yang timbul dan mengembangkan pandangan pesimis pada masalah tersebut yang sedang dipikirkan. Oleh karena itu setiap individu harus mampu mengendalikan pikiran mereka, agar tidak menjadi overthinking. Dengan hal ini maka dapat membantu individu itu, terhindar dari rasa kecemasan yang muncul akibat dari hal yang mereka pikirkan secara berlebihan. Faktor overthinking juga dapat disebabkan oleh :

1.   Perasaan takut gagal

2.   Terlalu perfeksionis

3.   Kurangnya rasa percaya diri

4.   Trauma

5.   Ketidakpastian

6.   Pola pikir negatif

7.   Kekhawatiran tentang pendapat orang lain

8.   Tekanan sosial

Penting untuk mengenali penyebab overthinking dan belajar bagaimana menghadapinya. Bantuan dari professional, seperti terapis atau konselor, dapat membantu individu dalam mengatasi pola piker negatif dan mengembangkan strategi untuk menghadapi ketidakpastian dalam hidup dengan lebih efektif.

Dampak Overthinking

Kebanyakan dari permasalahan overthinking yang dihadapi oleh masyarakat ini disebabkan oleh rasa khawatir karena dari sebagian masyarakat masih sering berpikir mengenai hal yang negatif sehingga mereka mengalami keadaan overthinking ini. Keadaan dari overthinking ini banyak dari masyarakat yang menyatakan bahwa, hal ini juga bisa terjadi karena faktor pemicu dari lingkungan sekitar mereka yang membuat mereka menjadi overthinking. Overthinking yang berlebih menyebabkan dampak sebagai berikut :

1.   Kecemasan dan stress kronis

2.   Gangguan tidur

3.   Gangguan mood

4.   Ketidakmampuan mengambil keputusan

5.   Penuruanan produktivitas

Cara Mengarangi Overthinking

Untuk meredakan rasa kecemasan yang dialaminya menimbulkan kenyamanan yang dirasakan oleh individu sehingga bisa menjadi manusia yang memiliki pikiran yang sehat kemudian memikirkan yang baik. Manusia yang sehat adalah manusia yang belajar menghadapi dengan cara yang sehat dan produktif untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi dan ketenangan dalam cara berpikir yang positif. Ada beberapa cara untuk mengurangi cara berpikir yang tidak sehat dan efektif untuk mengatasinya :

1.   Meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) dan dapat menemukan makna dalam pengalaman yang dialami.

2.   Alihkan pemikiran-pemikiran yang negatif dengan cara memikirkan hal yang menyenangkan.

3.   Membuat jadwal untuk melakukan 15-30 menit untuk tidak melakukan apapun atau dengan cara meditasi setiap harinya.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3188/mengapa-seseorang-bisa-mengalami-overthinking

Tips Agar Anak Tidak Sakit

Secara umum, anak usia kurang dari 5 tahun akan mengalami infeksi virus ringan sekitar 8-12 kali dalam setahun. Setelah anak memasuki usia sekolah, umumnya mereka akan lebih jarang sakit, yaitu sebanyak 5-6 kali dalam setahun dan pada remaja 2-3 kali dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh kekebalan tubuh anak yang belum sempurna dan masih dalam masa tumbuh kembang, sehingga cukup wajar apabila anak mengalami infeksi ringan beberapa kali dalam setahun, terutama anak yang berusia lebih muda.

Namun, penyakit berat tetap bisa mengancam kesehatan anak-anak kita. Beberapa penyebab kematian terbanyak pada anak di antaranya adalah: pneumonia, komplikasi bayi prematur, asfiksia pada bayi yang baru lahir, kelainan kongenital, diare, infeksi berat/sepsis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua agar menjaga kesehatan anak agar tidak mudah sakit, dan walaupun sakit, cegah sebelum penyakit anak berkembang menjadi lebih berat.

Beberapa Tips yang Dapat Diterapkan agar Anak Tidak Mudah Sakit adalah:

  1. Melengkapi Imunisasi
  1. Memberikan Gizi yang seimbang
  2. Memberikan Stimulasi adekuat sesuai usia
  3. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Imunisasi

Apa itu Imunisasi?

Imunisasi adalah upaya untuk menimbulkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila terpapar dengan penyakit tersebut anak tidak sakit atau hanya mengalami sakit yang ringan saja. Imunisasi bukanlah obat, melainkan virus/bakteri mati ATAU komponen virus/bakteri ATAU virus/bakteri hidup yang sudah dilemahkan.

Mengapa Imunisasi Penting?

Imunisasi bisa melindungi terhadap penyakit infeksi yang berat. Semakin banyak orang yang diimunisasi akan semakin banyak orang yang terlindungi, sehingga mencegah penularan penyakit pada anak/orang yang tidak dapat diimunisasi.

Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

  • Polio
  • Tuberculosis (TBC)
  • Difteri
  • Pertusis
  • Tetatus
  • Campak
  • Pneumonia
  • Sindrom Rubella Kongenital
  • Cacar Air
  • Influenza
  • Diare karena rotavirus

Jadwal Imunisasi Kemenkes


 


Imunisasi Anak usia 7-18 Tahun

Bulan Imunisasi Anak Sekolah/BIAS (usia 7-11 tahun)

  • Kelas 1 SD: Campak, Rubella, DT
  • Kelas 2 SD: Td
  • Kelas 5 SD: Td+HPV1
  • Kelas 6 SD: HPV2

Usia Sekolah sampai Remaja

  • 9 tahun: Dengue
  • 10 tahun: Td/TdaP+HPV 1
  • 11 tahun: HPV2
  • 18 tahun: Td/TdaP

 Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) 2023

Gizi

Salah satu cara pencegahan anak agar tidak mudah sakit juga dapat dilakukan dengan memberikan gizi yang baik dan seimbang pada anak. Seorang anak memerlukan nutrisi yang optimal untuk bertumbuh dan berkembang, agar kekebalan tubuhnya kuat untuk melawan penyakit. Pemberian nutrisi dapat dimulai sejak ASI eksklusif usia 0-6 bulan, kemudian diberikan MPASI hingga usia 1 tahun dan selanjutnya anak dapat diberikan nutrisi makanan keluarga hingga dewasa

Isi Piringku

Isi Piringku merupakan panduan dari Kementerian Kesehatan terkait asupan makan anak sejak MPASI hingga makanan keluarga

Bayi Usia 0-6 Bulan

  • ASI eksklusif merupakan pilihan utama bagi semua bayi berusia di bawah 6 bulan

Bayi Usia 6-8 Bulan

Bayi Usia 9-11 Bulan

Bayi Usia 12-23 Bulan

Bayi Usia 2-5 tahun

Stimulasi 

Stimulasi adalah upaya yang dilakukan untuk merangsang perkembangan otak anak sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian, serta perilaku dan emosi pada anak berlangsung optimal sesuai dengan umurnya. Stimulasi bisa dilakukan setiap saat, sesuai usia, dan dalam suasana yang nyaman bagi anak. Stimulasi yang baik akan berkontribusi pada anak yang berkembang sesuai potensi usianya, sehingga berkontribusi juga terhadap kesehatan anak secara umum. Beberapa stimulasi yang bisa diterapkan untuk semua usia anak adalah:

  • Ajak anak bermain dan mengobrol
  • Hindari penggunaan gadget kecuali video call sebelum usia 2 tahun, setelahnya maksimal 1 jam dalam sehari
  • Pastikan pendidikan wajib hingga 12 tahun

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan serangkaian aktivitas yang menunjang hidup seorang anak untuk menjaga kualitas hidup seorang anak dan melindungi kesehatannya. Selain orangtua yang menerapkan, ajak anak juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, bahkan sejak usia sangat dini. Hal ini bertujuan agar terbentuk kebiasaan yang baik untuk kehidupan anak di masa depan. Beberapa poin Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah:

  • Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
  • ASI Eksklusif hingga usia bayi 6 bulan
  • Melakukan penimbangan bayi/balita berkala di Posyandu
  • Ketersediaan air bersih untuk semua keluarga
  • Cuci tangan pakai sabun
  • Ketersediaan jamban sehat
  • Memberantas jentik nyamuk
  • Mengkonsumsi buah dan sayur
  • Melakukan aktivitas fisik setiap hari
  • Tidak merokok didalam rumah

Kesimpulan

Agar anak tidak mudah sakit, penuhi semua aspek tumbuh kembang anak, yaitu: imunisasi, gizi, dan stimulasi. Selain itu, terapkan juga perilaku hidup bersih dan sehat. Ajari anak untuk terlibat langsung, agar membentuk kebiasaan baik di masa depan.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/tips-agar-anak-tidak-sakit

1000 HPK Kunci Cegah Stunting

Masalah stunting masih menjadi episode panjang masalah kesehatan balita di Indonesia. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak dengan stunting biasanya ditandai dengan tinggi badan yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD (-2SD) di bawah median panjang atau tinggi badan berdasarkan umur (1). Dampak dari stunting tidak hanya pada tinggi badan yang kurang namun juga perkembangan intelektual, kognitif, motorik yang buruk dan bahkan mengurangi produktivitas sehingga menyebabkan kerugian ekonomi di masa depan. Maka dari itu, pencegahan terutama pada 1000 HPK sangat diperlukan, yakni mulai dari bayi dalam kandungan hingga usia 23 bulan.

  1. Periode Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan rutin atau antenatal care (ANC) merupakan salah satu usaha pencegahan stunting selama masa kehamilan. Selama hamil ibu disarankan untuk periksa minimal 6 kali. 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga. Paling sedikit 2 kali pemeriksaan oleh dokter atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan pada trimester pertama dan ketiga dengan memakai USG. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kesehatan ibu dan janin salah satunya melalui penimbangan berat badan ibu dan pengukuran lingkar lengan atas  (LiLA) secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemenuhan gizi ibu hamil dan janin. Pada ibu yang masuk kategori kekurangan energi kronis (KEK) pemberian PMT atau makanan tambahan untuk mengejar kenaikan berat badan selama kehamilan harus dilakukan.

Selain melakukan pemeriksaan rutin, selama kehamilan ibu perlu rutin minum tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan, mengkonsumsi beragam jenis bahan makanan seperti makanan pokok, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur, minum air 8-12 gelas/hari (2-3 liter)/hari, serta menambahkan 1 porsi makanan utama atau makanan selingan dari sebelumnya.

  1. Periode Menyusui (Bayi 0-6 Bulan)

Pada periode ini, pencegahan stunting dilakukan dengan cara mendorong ibu pasca melahirkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) terutama memberikan kolostrum dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama. Selain itu, juga diberikan promosi mengenai pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan disertai pemantauan tumbuh kembang rutin minimal 1 bulan sekali di posyandu atau puskesmas. 

Sebagai upaya pencegahan penyakit, dianjurkan pula untuk pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. Untuk ibu, pada 1-2 hari pasca bersalin akan diberikan  suplementasi kapsul vitamin A.

  1. BADUTA (Bawah Dua Tahun) 6-23 Bulan

Intervensi gizi dilakukan dengan mendorong ibu untuk tetap memberikan ASI hingga anak berusia 23 bulan. Selain itu, usaha pencegahan lainnya yakni mendorong pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah anak berusia lebih dari 6 bulan. Intervensi juga pelengkap lainnya dilakukan dengan menyediakan obat cacing, pemberian suplementasi zinc, menyediakan fortifikasi zat besi pada makanan, imunisasi dasar dan lanjutan, pemberian suplementasi vitamin A (kapsul biru/merah) dan melakukan perlindungan pada penyakit seperti malaria dan diare.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/1000-hpk-kunci-cegah-stunting

Kenali Tanda dan Gejala Supraspinatus Tendinitis

Supraspinatus tendinitis adalah peradangan pada tendon supraspinatus akibat gesekan tendon terhadap tulang bahu (yang dibentuk oleh caput humeri dengan bungkus kapsul sendi glenohumeral sebagai alasnya, dan akromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya) secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, terutama dalam pekejaan overhead : berenang, melukis, tenis. Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum majus humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput humeri (dengan bungkus kapsul sendi glenohumerale) sebagai alasnya, dan akromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Adanya cedera atau trauma menyebabkan terjadinya kerobekan serabut-serabut tendon, sehingga akan terjadi perubahan pada tendon. Cairan yang keluar dari sistem sirkulasi akan mengambil tempat ke arah celah tendon yang robek dan dapat menjalar ke sekitarnya kemudian cairan tersebut mengendap dan membentuk hematom. Hematom ini akan menekan ujung-ujung saraf sensoris di sekitarnya hingga akan menambah rasa nyeri. Apabila penekanan yang mengakibatkan peradangan ini terjadi berulang-ulang maka akan mengalami degenerasi dimana tendon semakin menebal. Hal ini mengakibatkan gerakan tendon terbatas atau terhambat. Sehingga suplay darah terganggu yang akan mengakibatkan tendinitis.

Tanda dan Gejala Supraspinatus Tendinitis

Tanda dan gejala supraspinatus tendinitis berupa nyeri tekan pada tendon otot supraspinatus karena tendonnya mengalami peradangan. Adapun tanda dan gejala yang umum dijumpai pada kondisi tendinitis supraspinatus antara lain :

1.      Nyeri bila ditekan pada tendon otot supraspinatus yaitu tepatnya pada daerah tuberculum mayus humeri sedikit proximal. Nyeri tekan juga terjadi pada otot deltoid medial sebagai nyeri rujukan. Painfull arc untuk tendinitis suprapinatus antara 6001200. Bila ditelusuri, daerah rasa nyerinya adalah di seluruh daerah sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat kumatkumatan, yang timbul sewaktu mengangkat bahu. Keluhan umum yang biasanya disampaikan adalah kesulitan memakai baju, menyisir rambut, memasang konde atau kalau akan mengambil bumbu dapur di rak gantung bahunya terasa nyeri.

2.      Keterbatasan gerak pada sendi bahu terutama untuk gerakan abduksi dan eksorotasi. Keterbatasan ini disebabkan oleh karena adanya rasa nyeri.

3.      Kelemahan otot dan Atrofi.

4.      Nyeri tekan pada daerah tendon otot supraspinatus.

Diagnosis Supraspinatus Tendinitis

Penderita dengan tendinitis supraspinatus merasa nyeri di daerah tuberositas mayor pada waktu lengan menggantung ke bawah (downbarn’s sign), nyerinya bertambah bila pemeriksa menarik lengannya ke bawah. Ini menguatkan adanya tendinitis supraspinatus. Pemeriksaan pada supraspinatus tendinitis antara lain :

1.   Pemeriksaan Gerak Dasar

a.   Gerak Aktif

Pada kondisi tendinitis supraspinatus gerakan abduksi akan terasa nyeri sehingga akan terjadi keterbatasan gerak sendi bahu. Nyeri timbul sebagai proteksi bagi tubuh karena tendon m.supraspinatus mengalami pergesekan dengan sturuktur yang ada di sekitarnya.

b.   Gerak Pasif

Gerakan dilakukan oleh terapis sementara penderita dalam keadaan rilek, bertujuan untuk mengetahui luas garak sendi, pola kapsuler, ada atau tidaknya rasa nyeri. Pada gerakan abduksi pasif, penderita tendinitis supraspinatus tidak mengeluh adanya rasa nyeri, karena ototnya dalam keadaan rilek.

c.   Gerak Isometrik

Gerakan yang dilakukan oleh penderita secara aktif sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan arah gerakan yang dilakukan oleh pasien tanpa adanya pergerakan sendi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memprovokasi nyeri pada muskulotendinogen.

2.   Pemeriksaan Spesifik

a.   Tes Pengukuran Nyeri

Untuk mengetahui derajat atau tingkatan rasa nyeri pada kondisi tendinitis supraspinatus dapat diukur dengan menggunakan VAS (Verbal Analogue Scale).

b.   Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi

Pengukuran LGS pada kondisi tendinitis supraspinatus dengan arah gerakan abduksi-adduksi goniometer diletakkan pada axis antero-posterior dari sendi bahu. LGS normal pada sendi bahu untuk gerakan abduksi-adduksi adalah F 180º – 0º – 45º.

c.   Pemeriksaan Kemampuan Fungsional

Untuk mengetahui nilai dari kemampuan fungsional pasien tendinitis supraspinatus dapat digunakan indek Barthel yang dimodifikasi.

d.   Tes Khusus

Tes khusus yang dapat dilakukan pada kondisi tendinitis supraspinatus seperti Tes Supraspinatus (supraspinatus challenge test), Tes lengan jatuh (mosley), Tes AppleyPainful Arc, Tes Aperehensi.

3.   Pemeriksaan Penunjang

Pada foto rontgen ditemukan adanya kalsifikasi pada tendon rotator cuff dan di bursa. Dengan kasus yang sudah lama adanya proses degenerative seperti perubahan sklerotik dan kistik di tuberositas dan adanya jarak pada humerus dengan akromion. Pada tendinitis akut kalsifikasi didapatkan tidak teratur dan tidak jelas. Pada pemeriksaan USG menunjukkan penebalan pada bursa subacromial dan impingement.

Pengobatan Supraspinatus Tendinitis

1.   Terapi Medikamentosa

a.   Ibuprofen

Golongan NSAID yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Dengan waktu paruh yang relative singkat. Sebagian diindikasikan untuk rematoid arthritis dan osteoarthritis dengan nyeri ringan sampai sedang. Dosis yang diberikan 400-800 mg.

b.   Natrrium Diclofenac

Merupakan komposisi kimia asam asetat heteroaril dengan waktu yang pendek. Indikasi untuk rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan ankylosing spondilitis.

c.   Piroksikam

Memiliki waktu paruh yang lama (50 jam) yang dapat diberikan sekali sehari. Diindikasikan pada kasus rheumatoid arthritis dan osteoarthritis.

2.   Terapi Fisioterapi

Secara umum penanganan yang dapat diberikan adalah :

a.   Diberi kompres hangat untuk mengurangi spasme otot supraspinatus.

b.   Massage pada tendon supraspinatus dengan menggunakan tehnik transver friction.

Tujuan diberi massage ini untuk mengurangi nyeri, relaksasi otot, peningkatan vaskularisasi.

3.   Ultra Sound (US)

Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz yang tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran.

4.   Terapi Latihan

Provokasi dengan Gerakan Isometrik / tahanan ke arah Abduksi.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3187/kenali-tanda-dan-gejala-supraspinatus-tendinitis

Kenali Rhinitis Alergika Mulai dari Sekarang

Gangguan sistem imunitas tubuh akan memiliki berdampak terdapat timbulnya penyakit dan salah satu penyakit akibat gangguan sistem imun khususnya imun yang spesifik adalah rinitis alergika. Rinitis alergika adalah kelainan pada hidung dengan gejala seperti bersin-bersin, hidung berair, hidung gatal, dan juga tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Rinitis alergi umumnya bukan penyakit yang fatal tetapi gejalanya dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang dan menurunkan kualitas hidup penderita. Permasalahan terkait kualitas hidup yang sering dilaporkan terjadi pada penderita rinitis alergi di antaranya adalah gangguan tidur, rasa lelah dan mengantuk pada jam produktif, mudah marah, depresi, gangguan fungsi fisik dan sosial, penurunan atensi, kemampuan belajar serta defisit memori. Gangguan tidur pada penderita rinitis alergi dapat berupa sulit tidur, tidur tidak nyenyak, serta tidak merasa segar saat bangun tidur. Beban yang ditimbulkan dari penyakit rinitis alergi juga dapat dirasakan pada aspek sosio-ekonomi, baik  yang  berasal  dari  beban  pembiayaan  perawatan  kesehatan  serta  beban  yang  ditimbulkan  akibat  penurunan  produktivitas  kerja. Terapi rinitis alergi dilakukan pendekatan bertahap sesuai dengan berat ringan penyakit dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Prinsip terapi rinitis alergi meliputi penghindaran terhadap alergen, edukasi, farmako terapi (antihistamin, kortikosteroid, dekongestan, antikolinergik), operasi, maupun imunoterapi.

Gejala Rhinitis Alergika

Gejala rhinitis alergika dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain sebagai berikut :

1.    Allergen

Allergen hirupan merupakan allergen terbanyak penyebab serangan gejala rhinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan allergen hirupan utama penyebab rhinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting.

2.    Polutan

Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rhinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

3.    Aspirin

Aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid dapat mencetuskan rhinitis elergika pada penderita tertentu.

Klasifikasi Rhinitis Alergika

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat ringannya penyakit :

1.   Ringan, apabila penyakit tersebut : tidak mengganggu pola tidur, tidak mengganggu aktivitas pekerjaan, tidak mengganggu aktivitas penggunaan waktu luang, tidak mengganggu aktivitas sosial.

2.   Rinitis alergi sedang-berat, apabila penyakit tersebut telah : mengganggu pola tidur, mengganggu aktivitas pekerjaan, mengganggu aktivitas penggunaan waktu luang, mengganggu aktivitas sosial.

3.   Rinitis alergi dengan komplikasi, misalnya apabila rinitis alergi disertai : sinusitis, polip hidung, gangguan fungsi tuba auditiva dan telinga tengah.

Diagnosis

Diagnosis rhinitis alergika berdasarkan keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rhinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor.

Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan IgE total dan IgE spesifik, eosinophil pada hapusan mukosa hidung dan bisa dilakukan in vivo dengan uji kulit goresan atau tusukan atau suntikan.

Pencegahan

Pencegahan rhinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran allergen, fatmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam pencegahan rhinitis alergika, penghindaran allergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi pencegahannya, terutama bila allergen penyebab dapat diidentifikasikan. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenan dengan penyakit yang kronis, yang berdasrkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kartikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah allergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3186/kenali-rhinitis-alergika-mulai-dari-sekarang

Apa Saja Jenis Osteoporosis dan Cara Mencegahnya?

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimblkan kerapuhan tulang. Tulang yang rapuh dan keropos ini mudah patah atau fraktur (fracture). Osteoporosis merupakan penyakit tulang dengan gejala menurunnya kepadatan tulang secara keseluruhan karena tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral yang ada dalam tulang. Osteoporosis disertai dengan rusaknya arsitektur tulang sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan tulang dan pengeroposan tulang sehingga menyebabkan mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis adalah penyakit silent disease karena osteoporosis tidak menunjukkan gejala-gejala yang spesifik dan khas. Gejala osteoporosis adalah nyeri pada tulang, nyeri otot, nyeri sering terjadi pada punggung, adanya tulang yang patah, kemudian semakin membungkuknya tulang punggung, dan penurunan tinggi badan, dan terdapat nyeri pada punggung. Osteoporosis dapat menimbulkan beban bukan hanya bagi penderita tetapi juga bagi keluarga. Oleh karena itu tindakan preventif perlu menjadi perhatian bagi kita. Karena begitu tinggi kematian akibat patah tulang, maka upaya preventif merupakan prioritas utama dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Tindakan preventif dapat dimulai dengan melakukan promosi kesehatan, memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia bahwa osteoporosis dapat kita cegah dari masa anak-anak dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium yang cukup dan melakukan pola hidup sehat dan aktif juga merupakan hal utama untuk menghindari kejadian osteoporosis.

Karakteristik Osteoporosis

Karakteristik osteoporosis adalah ditandai dengan adanya penurunan kekuatan tulang (bone strength). Kekuatan tulang ini adalah hasil integrasi antara volume mineralisasi, arsitektur tulang, bone turn over, dan akumulasi kerusakan tulang. Osteoporosis identik dengan kehilangan massa tulang, yaitu kelainan tulang yang merujuk pada kelainan kekuatan tulang. Apabila kekuatan tulang ini menurun maka hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya fraktur.

Jenis Osteoporosis

Banyak yang menganggap bahwa osteoporosis hanya milik lanjut usia atau wanita sesudah menopause, yaitu osteoporosis primer ini. Namun, sebenarnya masih bisa ditemukan pada orang muda akibat berbagai penyebab, yaitu osteoporosis sekunder.

1.   Osteoporosis Primer

Menopause umumnya terjadi pada usia 50-an, hormon estrogen wanita akan turun 2-3 tahun sebelum menopause timbul, dan terus berangsung sampai3-4 tahun setelah menopause. Masa tulang akan berkurang 1-3 persen dalam 5-7 tahun pertama setelah menopause. Dan ketika berusia 70 tahun, proses pengeroposan akan berkurang, tetapi tidak akan berhenti, sampai akhirnya total seseorang wanita akan kehilangan 35-50 persen dari tulangnya pada usia lanjut. Banyak orang yang beranggapan bahwa osteoporosis hanya milik orang tua atau wanita sesudah menopause, yaitu osteoporosis primer ini.

2.   Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu atau bisa pula akibat tindakan pembedahan atau pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Osteoporosis sekunder bisa ditemukan pada hamper dua pertiga pria, dan lebih dari separuh wanita sebelum menopause, dengan penyebab yang bermacam macam, yang mengakibatkan penurunan densitas tulang dan peningkatan kemungkinan patah tulang. Keadaan ini perlu diwaspadai dan secepatnya dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan yang lebih baik.

Penanganan osteoporosis primer dan sekunder tidak banyak berbeda. Karena penyebabnya berlainan, maka perlu tindakan khusus untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya osteoporosis.

Gejala Osteoporosis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut :

1.      Tinggi badan berkurang

2.      Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3.      Patah tulang

4.      Nyeri bila ada patah tulang

Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung yang menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan hanya karena cedera yang ringan. Biasanya nyeri timbul secra tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.

Cara Mencegah Osteoporosis

Untuk mencegah terjadinya osteoporosis dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup, mendapatkan asupan Vitamin D dari sinar matahari, dan hidup aktif dengan melakukan aktifitas fisik dengan prinsip pembebanan terhadap tulang, yang bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Selain itu, kita harus menghindari merokok, minum alkohol dan melakukan pemeriksaan kepadatan tulang. Mencegah osteoporosis harus dilakukan sedini mungkin untuk mencapai kepadatan tulang yang maksimal.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3179/apa-saja-jenis-osteoporosis-dan-cara-mencegahnya

Bahaya Konsumsi Gula Berlebih

Gula merupakan salah satu bentuk karbohidrat sederhana yang biasanya dihasilkan dari tanaman tebu, meskipun juga dapat diperoleh dari sumber lain seperti nektar bunga kelapa, nira aren, pohon palem, buah kelapa, atau pohon lontar. Salah satu jenis disakarida yang ditemukan dalam gula adalah sukrosa. Gula memegang peran penting sebagai sumber energi karena mudah dicerna dan memiliki rasa manis yang khas. Tidak hanya itu, gula juga memiliki pemanfaatan lain, termasuk sebagai bahan dasar dalam produksi minuman beralkohol, sebagai bahan pengawet dalam industri makanan, dan sebagai zat pencampur dalam formulasi obat-obatan. Konsumsi gula yang berlebihan telah menjadi masalah kesehatan utama akhir-akhir ini. Masyarakat saat ini sering tergiur dengan makanan dan minuman yang tinggi gula seperti soft drinkdessert dan makanan siap saji dengan tambahan gula. Akibatnya, konsumsi gula melebihi batas yang dianjurkan, yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Penelitian ini  telah  menunjukkan  hubungan  yang  kuat  antara  konsumsi  gula  yang  berlebihan  dan sejumlah  masalah  kesehatan  yang  serius. Efek samping  dari  konsumsi  gula  berlebihan termasuk peningkatan risiko obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan kanker. Meningkatnya prevalensi obesitas di seluruh dunia telah menjadi masalah kesehatan global yang mendesak. Konsumsi gula yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas karena gula memiliki nilai energi yang tinggi dan memberikan sedikit atau tidak ada nutrisi penting bagi tubuh. Konsumsi gula yang berlebihan juga berkontribusi pada perkembangan diabetes. Gula dapat menyebabkan resistensi insulin dan memengaruhi metabolisme glukosa, yang merupakan faktor risiko penting untuk berkembangnya diabetes.

Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Gula

Konsumsi gula dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor sosial, psikologis, dan lingkungan. Faktor sosial meliputi norma sosial, dukungan sosial, dan pengaruh teman sebaya. Faktor psikologis meliputi kecenderungan untuk mencari makanan yang enak dan memuaskan, kecemasan, dan stres. Faktor lingkungan meliputi ketersediaan pangan, harga dan promosi. Faktor sosial dapat mempengaruhi asupan gula, norma sosial menunjukkan bahwa dengan  konsumsi  lebih  banyak  buah  dan  sayuran,  sedangkan  norma  sosial  negatif  terkait dengan konsumsi lebih banyak makanan cepat saji. Faktor psikologis juga dapat mempengaruhi konsumsi gula, kecenderungan untuk mencari makanan enak dan mengenyangkan berhubungan dengan makan makanan tinggi lemak dan gula. Selain itu, stres juga bisa memengaruhi konsumsi gula. Satu studi menemukan bahwa stress berhubungan dengan makan makanan tinggi lemak dan gula. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi konsumsi gula, mempromosikan penjualan  makanan  dan  minuman  tinggi  gula  dikaitkan  dengan  konsumsi  gula  yang  lebih tinggi dikalangan anak-anak.

Strategi untuk Mengurangi Konsumsi Gula

Sejumlah strategi dapat diterapkan untuk mengurangi konsumsi gula, termasuk pendidikan, regulasi dan perlindungan lingkungan. Edukasi dapat meningkatkan kesadaran akan bahaya konsumsi gula berlebihan dan memberikan anjuran untuk mengurangi konsumsi gula. Peraturan dapat membatasi ketersediaan makanan dan minuman tinggi gula dan memberlakukan pajak gula. Tindakan lingkungan dapat meningkatkan ketersediaan makanan dan minuman sehat dan mengurangi iklan makanan dan minuman tinggi gula. Langkah-langkah lingkungan juga bisa efektif dalam mengurangi konsumsi gula. Intervensi lingkungan yang ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan buah dan sayur serta mengurangi iklan makanan dan minuman tinggi gula dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayur anak-anak.

Mengkonsumsi terlalu banyak gula dapat memiliki efek negatif pada kesehatan manusia. Oleh karena itu, penting untuk membatasi konsumsi gula setiap hari. Efek buruk dari mengonsumsi terlalu banyak gula pada berbagai aspek kesehatan manusia. Artikel ini menyoroti pentingnya inisiatif kesehatan masyarakat untuk mengurangi konsumsi gula, mendorong kebiasaan makan yang lebih sehat, dan meningkatkan kesadaran tentang konsekuensi negatif dari mengonsumsi terlalu banyak gula.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3180/bahaya-konsumsi-gula-berlebih

Manfaat Tempe Bagi Kesehatan

Tempe merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang diolah dengan proses fermentasi yang mengandung nilai gizi tinggi terutama protein. Tempe masih dianggap sebagai makanan yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat lapisan menengah kebawah, karena harga yang relatif murah. Tempe memiliki kandungan zat gizi yang dibutuhkan tubuh antara lain protein, serat, dan vitamin sehingga digunakan sebagai makanan alternatif yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber gizi bagi tubuh dan sebagai bahan makanan kesehatan. Sebagai makanan tradisional, tempe memberikan kontribusi yang besar terhadap produsen dan konsumen berpenghasilan rendah dan secara konsisten membantu kehidupan mereka, karena: tempe tersedia setiap saat untuk kebutuhan sehari-hari, teknik pembuatannya sederhana, murah, distribusi pemasaran luas, dan sebagai sumber penghasilan. Tempe sebagai   makanan   terfermentasi tradisional,  dengan  bahan  baku  kedelai  dan kultur  starter Rhizopus oligosporus, memiliki khasiat yang besar untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti aterosklerotis, jantung koroner, diabetes mellitus, kanker dan lain-lain.

Jenis dan Proses Pembuatan Tempe

Tempe memiliki beberapa jenis, antara lain :

1.      Tempe gembus (dibuat dari ampas tahu).

2.      Tempe lamtoro (dari biji lamtoro).

3.      Tempe benguk (dari  biji koro benguk).

4.      Tempe koro (dari biji koro).

5.      Tempe bongkrek (dari ampas kelapa).

6.      Tempe gude (dari kacang gude).

7.      Tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kacang).

8.      Tempe kedelai (dibuat dari biji kedelai).

Dari berbagai jenis tempe tersebut, yang paling banyak dikonsumsi dan digemari oleh masyarakat adalah tempe kedelai. Umumnya penyebutan tempe berlaku untuk tempe kedelai, sedangkan untuk jenis tempe yang lain disebutkan secara lengkap dengan nama bahan bakunya.

Pada umumnya, proses pembuatan tempe masih dilakukan secara tradisional (turun-temurun) dalam skala industry kecil. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan tempe, adalah pembersihan biji kedelai, perebusan / pengukusan, pengupasan kulit, inokulasi kapang, pembungkusan, dan fermentasi. Proses fermentasi adalah tahap terpenting pada pembuatan tempe. Pada tahap ini, dilakukan pemeraman kedelai selama 36-48 jam menggunakan laru (kapang tempe).

Kandungan Gizi Tempe

Kandungan tempe (dalam  84  g) mengandung berbagai zat gizi yakni, kalori sebesar 162 kalori, protein 15g, karbohidrat 9g, total lemak 9  g, natrium 9 mg, zat besi 12%  dari angka kecukupan gizi (AKG),  kalsium 9?ri AKG, riboflavin 18?ri AKG, niasin 12?ri AKG, magnesium 18%  dari  AKG, fosfor : 21?ri AKG, mangan 54?ri AKG.

Sedangkan kandungan tempe (dalam 100 g) mengandung zat-zat gizi sebagai berikut : Air sebesar 55,3 g, Kalori sekitar 201 kkal. Protein sebanyak 20,8 g. Lemak sebesar 8,8 g. Karbohidrat sebanyak 13,5 g.  Serat sebesar 1,4 g. Kalsium sebanyak 155 mg. Fosfor sejumlah 326 mg. Zat besi sebanyak 4 mg. Natrium 9 mg. Kalium 234 mg. Tembaga 0,57 mg. Seng: 1,7 mg. Tiamin: 0,19 mg. Riboflavin: 0,59 mg. Niasin: 4,9 mg.

Zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan zat gizi pada kedelai. Vitamin B12 merupakan vitamin yang kenaikannya paling mencolok pada pembuatan tempe, sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin B12 yang potensial dari bahan pangan nabati. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella Pneumoniaedan Citrobacter Freundii. Tempe memiliki nilai gizi lebih tinggi dan lebih sehat dibandingkan dengan kedelai karena aktivitas kapang tempe terutama Rhizopus Oligosporous selama fermentasi.

Manfaat Medis dari Tempe

1.      Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

2.      Mencegah osteoporosis

3.      Mengobati diare

4.      Menjaga kesehatan jantung

5.      Mencegah penyakit jantung coroner

6.      Mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan

7.      Mencegah kanker

8.      Mencegah anemia

9.      Mencegah diabetes mellitus

10.   Mencegah asma

11.   Mengurangi resiko parkinson

12.   Menghambat proses penuaan

13.   Menurunkan kadar kolesterol jahat

14.   Menurunkan berat badan

15.   Meningkatkan kinerja otak

16.   Mengatasi efek flatulensi

17.   Memenuhi kebutuhan vitamin B12

Cara Pembuatan Tempe

Dalam proses pembuatan tempe, ada 7 tahapan yaitu :

1.      Penghilangan kotoran, sortasi dan penghilangan kulit kedelai. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan biji kedelai yang bersih, bermutu baik dan siap untuk melalui tahapan berikutnya.

2.      Perendaman atau prefermentasi. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kadar air pada biji kedelai agar bakteri asam laktat tumbuh dengan baik, sehingga terjadi penurunan pH sampai 4,5-5,3. Kondisi ini tidak menghambat pertumbuhan kapang   tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan yang bersifat sebagai pembusuk.

3.      Perebusan

Proses ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, dan membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji kedelai yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang tempe.

4.      Penirisan

Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kadungan air dalam biji kedelai,   mengeringkan permukaan biji, dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan kapang tempe.

5.      Inokulasi

Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan beberapa bentuk inokulan seperti usar (dibuat dari daun waru atau jati yang merupakan media pembawa spora kapang tempe), ragi tempe yang dibuat dari tepung beras dan spora Rhizopus oligosporus.

6.      Pengemasan

Kemasan yang dipergunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional adalah daun pisang. Sekarang banyak digunakan kemasan plastik yang diberi lubang.

7.      Inkubasi atau fermentasi. Inkubasi dilakukan pada suhu 25-37 derajat Celsius  selama  36-48  jam.  Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3182/manfaat-tempe-bagi-kesehatan

Apa yang Disebut dengan Gangguan Musculoskeletal?

Gangguan musculoskeletal dapat disebabkan cedera (trauma mekanis), gangguan metabolik, penuaan (degeneratif), gangguan autoimun, infeksi maupun idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Gangguan akibat cedera dapat diakibatkan oleh benturan dari luar atau dapat pula disebabkan oleh pengunaan sendi yang berlebihan. Gangguan musculoskeletal diakibatkan oleh cedera yang dapat diklarifikasikan menjadi tiga tahap, yakni tahap akut, subakut, dan kronis. Tahap akut merupakan tahap dimana gangguan musculoskeletal mulai terjadi dan tanda-tanda radang sudah mulai menurun akan tetapi masih belum mencapai pemulihan yang optimal. Gangguan muskuloskeletal merupakan cedera atau gangguan pada otot, saraf, tendon, sendi, tulang, tulang rawan, dan struktur lainnya yang mendukung tungkai, leher, dan punggung yang disebabkan, atau diperburuk oleh pengerahan tenaga yang tiba-tiba atau paparan yang terlalu lama dengan berbagai faktor risiko fisik dalam pekerjaan. Definisi ini secara khusus mengecualikan kondisi seperti patah tulang, memar, lecet, dan luka akibat kontak fisik yang tiba-tiba dengan objek eksternal. Keluhan gangguan muskuloskeletal yang umumnya dirasakan adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan dapat tumpul, tajam atau panas. Keluhan dapat disertai kekakuan sendi dan otot, kemerahan dan pembengkakan pada daerah yang terkena, kesemutan, mati rasa, perubahan warna kulit, dan penurunan keringat. Penderita juga dapat mengalami hilangnya fungsi otot, kelemahan, kehilangan koordinasi, jangkauan pergerakan sendi berkurang, serta ketidaknyamanan ketika melakukan gerakan tertentu. Gangguan muskuloskeletal bersifat episodik, rasa sakit sering reda atau menghilang, tapi kemudian muncul kembali.

Faktor Risiko

Faktor risiko meningkatkan potensi terjadinya gangguan musculoskeletal antara lain adalah sebagai berikut :

1.    Faktor Latihan atau Kerja (Ergonomis)

Hal ini disebabkan oleh penggunakan intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan keadaan fisik seseorang maupun kaidah kesehatan. Posisi kerja yang kurang ergonomis saat melakukan aktifitas juga berkontribusi pada terjadinya gangguan musculoskeletal.

2.    Faktor Kelainan Struktural

Kelainan struktural dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan musculoskeletal kerena pada keadaan ini terjadi tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.

3.    Faktor Kelemahan Otot, Tulang, Tendon dan Ligamen

Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka otot, tendon dan ligament dapat mengalami robekan. Gangguan musculoskeletal akan lebih berisiko terjadi jika otot dan ligament yang menyongkongnya lemah.

4.    Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputii kualitas manajemen risiko latihan, pertandingan, maupun, pengelolaan risiko kerja. Hal ini mempengaruhi risiko kecelakaan pada saat berlatih maupun saat bekerja sehingga merupakan salah satu faktor risiko gangguan musculoskeletal.

5.    Faktor Genetik, Imunitas, dan Metabolik

Proses autoimun atau metabolik yang terjadi pada orang-orang tertentu yang dapat mengakibatkan kerusakan progresif pada musculoskeletal.

Jenis Gangguan Musculoskeletal

Gangguan musculoskeletal dapat ditimbulkan sebagai akibat trauma, proses degeneratif maupun gangguan khusus yang diakibatkan oleh gagguan metabolik, kelainan pada fase pertumbuhan, infeksi, gangguan metabolik dan autoimun. Gangguan ini dapat terjadi pada tulang, sendi maupun otot. Berikut ini adalah beberapa gangguan musculoskeletal yang dapat terjadi seperti :

1.      Trauma

2.      Gangguan degeneratif sistem musculoskeletal

3.      Gangguan khusus pada tulang

4.      Gangguan khusus pada sendi

5.      Gangguan khusus pada otot

Pemulihan Gangguan Musculoskeletal

Setelah terjadi cedera atau gangguan musculoskeletal lain, akan terjadi proses penyembuhan melalui beberapa tahap fase. Waktu penyembuhan tergantung pada individu, tingkat cedera, usia, status kesehatan secara keseluruhan. Fisioterapi dalam hal ini membantu memfasilitasi penyembuhan yang lebih cepat serta menurunkan risiko cedera ulang, nyeri kronis, dan disfungsi.

Penyembuhan pada dasarnya merupakan penggantian jaringan yang rusak dengan jaringan hidup di dalam tubuh. Proses ini terdiri atas dua bagian,yakni regenerasi dan repair / perbaikan. Namun tidak ada batasan yang jelas antar tahap karena respons penyembuhan luka “bertransisi” ke tahap penyembuhan berikutnya. Selama fase regenerasi, jaringan khusus digantikan oleh proliferasi sel-sel khusus yang tidak rusak di sekitarnya. Pada fase repair jaringan yang hilang digantikan oleh jaringan granulasi yang matang menjadi jaringan parut.

Reaksi selular setelah cedera tergantung pada jenis jaringan serta luasnya luka. Pada cedera jaringan pada sistem saraf pusat yang merusak neuron dan sel glia pendukung, respons tubuh tidak dapat memulihkan secara sempurna, kerena regenerasi neuron yang hilang tidak mungkin dilakukan. Dinding astrosit yang diaktifkan dari lesi, akan mengakibatkan bekas luka glial. Sebaiknya, pada jaringan non-sistem saraf pusat, jaringan dapat memiliki beberapa responstergantung pada besarnya cedera serta jenis jaringan. Secara umum berikut ini adalah fase pemulihan gangguan musculoskeletal. Fase penyembuhan ini tidak selalu terjadi berurutan dan dapat berjalan tanpa menunggu satu fase selesai.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3184/apa-yang-disebut-dengan-gangguan-musculoskeletal

1 11 12 13 14 15 22

Search

+