Manfaat Senam Yoga Untuk Penderita Hipertensi

Hipertensi juga dikenal sebagai “Silent Killer Disease”, karena penderita seringkali tidak sadar jika telah mengalami penyakit ini. Menurut data dari WHO pada tahun 2023, diperkirakan sebanyak 1,28 milyar orang dewasa berusia 30- 79 tahun di seluruh dunia menderita hipertensi, dan diperkirakan sebanyak 46% orang dewasa dengan hipertensi tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit tersebut. WHO juga menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyebab utama kematian dini di dunia.

Hipertensi harus segera diatasi agar tidak semakin parah dan menimbulkan komplikasi penyakit lainnya. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi ini adalah dengan memodifikasi gaya hidup, khususnya olahraga. Ada banyak sekali jenis olahraga yang berguna untuk mengurangi tekanan darah tinggi, salah satunya adalah senam yoga. Senam yoga merupakan salah satu jenis olahraga yang cukup awam di kalangan masyarakat Indonesia. Yoga dapat mengurangi risiko hipertensi dan juga mengontrol tekanan darah.

Senam yoga memang dapat membantu menstabilkan tekanan darah, hal ini telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mooventhan dan Nivethitha, yang menunjukkan bahwa latihan yoga selama 2 minggu (2 jam/hari, 5 hari/minggu) menghasilkan penurunan risiko penyakit kardiovaskular yang signifikan. Yoga merupakan latihan yang menggabungkan aktivitas fisik dan meditasi dengan menekankan fleksibilitas fisik dan konsentrasi. Dengan menggabungkan semua gerakan fisik dan meditasi, senam yoga dapat memberikan berbagai manfaat khususnya bagi penderita hipertensi. Beberapa manfaatnya antara lain:

1.      Memperlancar sirkulasi darah ke seluruh tubuh

2.      Mengurangi stress dan kecemasan dengan teknik pernafasan, pengendalian emosi dan pelepasan hormon endorfin.

3.      Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas terutama pada otot di pembuluh darah sehingga membantu menurunkan tekanan darah

4.      Melatih kekuatan fisik dan mengurangi berat badan

Untuk mendapatkan manfaat yoga dengan baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1.      Memilih jenis yoga yang sesuai

Terdapat berbagai jenis yoga yang dapat dipilih, misalnya bikram yoga, vinyasa yoga, hatha yoga dan lainnya. Bagi penderita hipertensi disarankan untuk memilih jenis yoga yang tidak begitu berat seperti hatha yoga atau vinyasa yoga.

2.      Mengatur durasi yoga

Dalam melakukan senam yoga, sangat penting untuk mengatur berapa lama waktu melakukan latihan agar dampaknya bisa dirasakan secara maksimal. Namun, bagi penderita hipertensi sebaiknya tidak melakukan yoga dengan durasi terlalu lama.

3.      Berkonsultasi dengan dokter

Bagi penderita hipertensi sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan latihan yoga. Dokter akan memberikan rekomendasi tentang jenis, lama waktu, dan intensitas melakukan senam yoga sesuai dengan keadaan individu.

Meskipun senam yoga memiliki berbagai manfaat bagi penderita hipertensi, sebaiknya tetap berkonsultasi dengan dokter atau ahli kesehatan lainnya. Setiap individu memiliki kebutuhan latihan yang berbeda dan pendekatan yang disesuaikan agar memberikan hasil yang maksimal.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3211/manfaat-senam-yoga-untuk-penderita-hipertensi

Musim Penghujan Tiba, Waspada DBD di Lingkungan Kita

Musim penghujan telah dimulai sejak beberapa pekan terakhir. Selain banjir, ada lagi yang harus kita waspadai selama musim penghujan, seperti Demam Berdarah Dengue atau biasa disingkat DBD.

Saat ini Indonesia masih merupakan wilayah endemis penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue ini, dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Penyakit DBD ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus dan bisa menyerang siapa saja dari berbagai usia, yang dapat berujung fatal bila tidak tertangani dengan tepat.

Gejala DBD

Gejala umum yang muncul antara lain:

  • Demam tinggi mendadak
  • Sakit kepala
  • Ruam
  • Nyeri otot dan sendi
  • Mual dan muntah serta kelelahan
  • Pada kasus yang parah terjadi pendarahan hebat dan syok, yang membahayakan nyawa.

Pada umumnya penderita DBD juga akan mengalami fase demam selama 2-7 hari.

Fase Demam

  • Fase pertama (hari ke 1-3): Demam yang cukup tinggi hingga 40°C
  • Fase kedua (hari ke 4-5): Merupakan fase kritis, penderita akan mengalami turunnya demam hingga  37°C dan merasa dapat melakukan aktivitas kembali (merasa sembuh kembali) pada fase ini jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dapat terjadi keadaan fatal, akan terjadi penurunan trombosit secara drastis akibat pemecahan pembuluh darah (pendarahan).
  • Fase ketiga (hari ke 6-7): Penderita akan merasakan demam kembali, fase ini dinamakan fase pemulihan, di fase inilah trombosit akan perlahan naik kembali normal kembali.

Pasien harus segera ke dokter begitu merasakan gejala-gejala siklus awal DBD, agar dapat segera ditangani dengan cepat dan tepat. 

Cara Mencegah Demam Berdarah

Mengingat obat untuk membunuh virus Dengue hingga saat ini belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah DBD masih terus dikembangkan, maka cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus di lingkungan kita.

3M Plus:

  1. Menguras dan membersihkan tempat penampungan air secara rutin.
  2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
  3. Mendaur ulang/memanfaatkan barang-barang yang dapat menampung air hujan.

Plus mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk:

  1. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
  2. Menanam tanaman pengusir nyamuk
  3. Tidur menggunakan kelambu
  4. Memasang kawat kasa di lubang ventilasi
  5. Menggunakan repellent/ lotion anti nyamuk
  6. Tidak menggantung pakaian yang sudah dipakai
  7. Memasang ovitrap/lavitrap/ mosquito trap
  8. Larvasidasi di tempat yang sulit dikuras/ ditutup

Mari bersama kita lakukan langkah-langkah pencegahan tersebut untuk mencegah penularan DBD di sekitar kita.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/musim-penghujan-tiba-waspada-dbd-di-lingkungan-kita

Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut agar Terhindar dari Karies Gigi

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh, artinya tubuh yang sehat tidak terlepas dari memiliki gigi dan mulutyang sehat. Oleh karena itu, untuk melaksanakan pembangunan di bidang  kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan. Gigi berlubang atau disebut karies ditandai dengan kerusakan struktur gigi sehingga menyebabkan terbentuknya lubang pada gigi. Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh demineralisasi email dan dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi makanan yang kariogenik. Terjadinya karies gigi akibat peran dari bakteri penyebab karies yang secara kolektif disebut Streptoccocus mutans. Karies gigi banyak terjadi pada anak-anak karena anak-anak cenderung lebih menyukai makanan manis yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sangat erat kaitannya dengan kontrol plak. Kontrol plak yang paling sederhana yang dapat kita lakukan di rumah adalah dengan cara menyikat gigi. Apabila tidak ditangani segera, penyakit ini lama kelamaan dapat menimbulkan nyeri, rasa sakit, dan kehilangan gigi bahkan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang yang jika tidak ditangani akan menyebabkan nyeri, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Terdapat beberapa hal yang mendukung terjadinya karies gigi, yaitu permukaan gigi, bakteri kariogenik (penyebab karies), karbohidrat yang difermentasikan, dan waktu. Anatomi gigi juga berpengaruh dalam pembentukan karies. Celah dan alur yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies juga sering terjadi pada tempat yang sering terselip makanan.

Penyebab Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor. Faktor penyebab karies adalah host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak), substrat (karbohidrat) dan ditambah faktor waktu). Selain itu, faktor predisposisi lain yang turut berkontribusi terhadap keparahan karies antara lain pengalaman karies, sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, geografis, dan perilaku terhadap kesehatan gigi. Oleh sebab itu karies ini terjadi karena adanya aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Demineralisasi yang terjadi di jaringan keras gigi ini kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Invasi bakteri, kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut dapat bertambah akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang manis, bersuhu panas ataupun dingin.

Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut agar Terhindar dari Karies Gigi

Beberapa tindakan pencegahan yang dapatdilakukan antara lain adalah menjaga kebersihanmulut, pendidikan  kesehatan  gigi,  diet  dankonsumsi gula, penggunaan fluor, dan mengetahuistatus kesehatan gigi dan mulut, yaitu :

1.    Menjaga Kebersihan Mulut

Penyikatan gigi, penggunaan benang gigi (flossing), dan tindakan profilaksis professional disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan dan metode penyikatan gigi harus lebih ditekankan agar setiap orang mampu membersihkan seluruh giginya. Setiap individu sebaiknya menyikat gigi dua kali sehari segera sesudah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dengan pasta gigi yang mengandung fluor. Pemakaian benang gigi juga diperlukan untuk membersihkan daerah celah (interdental) gigi. Tindakan profilaksis profesional seperti skeling danroot planning dilakukan oleh dokter gigi.

2.    Pendidikan Kesehatan Gigi

Pendidikan  Kesehatan  adalah  upaya untuk mempengaruhi atau mengajak orang lain agar melaksanakan  perilaku  hidup sehat. Dalam hubungannya dengan perilaku hidup sehat itu penting karena tingkat kesehatan merupakan salah  satu  faktor  yang  menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).  Pendidikan kesehatan gigi tentang kebersihan mulut, diet,konsumsi gula, dan kunjungan berkala ke doktergigi lebih ditekankan pada anak yang berisiko tinggi terhadap penyakit gigi seperti karies dan penyakit periodontal. Informasi ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus serta harus menimbulkan motivasi dantanggung  jawab  anak  untuk  memelihara kesehatan mulutnya.

3.    Diet dan Konsumsi Gula

Tindakan pencegahan karies gigi lebihmenekankan ke anak pengurangan konsumsi danpengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal  ini  dapat  dilaksanakan  dengan  caramemberikan nasehat tentang diet yang baik dandiet bahan pengganti gula. Diet yang dianjurkanadalah memakan makanan yang cukup jumlahprotein dan fosfat yang dapat menambah sifatbasa dari saliva, memperbanyak makan sayurandan buah-buahan yang berserat dan berair yangbersifat membersihkan dan merangsang sekresisaliva, menghindari makanan yang manis danlengket, membatasi frekuensi makan menjadi tigakali sehari serta menekan keinginan untuk makandi antara jam makan.

4.    Penggunaan Fluor

Penggunaan fluor dapat dilakukan melalui fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur yang mengandung fluor, tablet fluor serta topikal aplikasi fluor. Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies di masyarakat secara umum. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko tinggi atau selama terjadi kenaikan karies. Topikal aplikasi fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor, dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies. Topikal aplikasi fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang mempunyai risiko karies tinggi.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3189/pencegahan-penyakit-gigi-dan-mulut-agar-terhindar-dari-karies-gigi

Bagaimana Penanganan Kanker Kolon?

Kanker kolon merupakan kanker usus yang paling umum terjadi dan menjadi penyebab umum ketiga kematian akibat kanker pada wanita dan pria. Kanker kolon merupakan penyakit kanker ganas ketiga terbanyak di dunia. Masalah yang sering muncul pada pasien kanker meliputi masalah fisik dan non fisik. Selain menimbulkan masalah fisik, penyakit kanker juga menimbulkan masalah psikologis, sosial juga berdampak pada masalah ekonomi. Pasien kanker kolon dengan perforasi memiliki tingkat frekuensi kekambuhan yang lebih besar dari pada pasien yang tidak mengalami perforasi karena diketahui bahwa kanker kolon dengan perforasi sangat berisiko tinggi. Bagian kolon yang paling umum terjadi obstruksi kanker kolon adalah kolon sigmoid, dengan persentase sebesar 75?ri tumor berlokasi di distal fleksura splenica. Persentase perforasi yang berlokasi pada tumor hampir 70?n perforasi yang berlokasi di proksimal dari lokasi tumor sebesar 30%. Kejadian penyakit kanker meningkat sesuai dengan usia (penyakit kanker kolon banyak terjadi pada pasien usia 55 tahun keatas) pada pasien yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis, dan polip.

Faktor Risiko Kanker Kolon

Kanker kolon memiliki beberapa faktor risiko di antaranya pasien lanjut usia, riwayat terkena kanker kolon, riwayat keluarga dengan kanker kolon, penyakit radang usus, gaya hidup yang buruk, obesitas, dan penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perforasi pada kanker kolon yaitu tindakan kolonoskopi yang merupakan standar baku untuk skrining adanya kanker kolon yang berhubungan dengan perforasi iatrogenik atau akibat adanya trauma mekanis dari tindakan. Terjadinya obstruksi sebagai indikasi dilakukannya kolonoskopi juga menjadi faktor risiko terjadinya perforasi.

Gejala dan Diagnosis

Perforasi kolon merupakan komplikasi tertinggi pada gastrointestinal dibandingkan dengan perforasi lainnya. Kandungan bakteri yang tinggi di usus besar memicu terjadinya peritonitis bakteri. Sebagian pasien mengalami gejala seperti adanya abses yang menyerupai massa perut, dan atau disertai dengan sepsis. Keluhan nyeri perut yang menetap dan distensi pada beberapa pasien setelah dilakukan tindakan kolonoskopi menandakan adanya perforasi sehingga membutuhkan evaluasi segera dari perforasi kolon. Penegakan diagnosis dari perforasi kolon bisa dengan temuan klinis dan radiografi. Beberapa modalitas pencitraan dan tes laboratorium berguna dalam mengidentifikasi keberadaandan etiologi perforasi. Tomografi komputer multi detektor merupakan modalitas pilihan untuk evaluasi pasien dengan suspek perforasi. Tomografi komputer multi detektor memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi gas ekstraluminal dan kemampuannya dalam melokalisasi lokasi dari perforasi, dengan akurasi mulai 82 hingga 90%. Diagnosis dan etiologi perforasi juga ditegakkan dengan CT abdomen. Perforasi yang diakibatkan oleh kanker kolon dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai perforasi bebas dan perforasi tertutup. Gambaran onkologis dari perforasi tertutup berbeda dengan perforasi bebas, hal ini dikarenakan adanya peradangan lokal akibat dari pembentukan abses lokal yang dapat dilihat pada tomografi komputer operasi atau pemeriksaan patologis. Pembentukan rongga abses inilah yang membuat risiko penyebaran tumor (sel-sel ganas) lebih rendah dibandingkan dengan perforasi bebas. Pasien kanker kolon usia tua cenderung mengalami komplikasi perforasi kolon. Orang dengan kanker kolon yang disertai perforasi akan dihadapkan oleh kondisi ganda yaitu sepsis yang berkaitan dengan peritonitis dan keadaan yang berujung kematian.

Penanganan

Penanganan secara umum pada kanker yang mengalami perforasi yaitu reseksi darurat yang diikuti oleh anastomosis ileokolika primer. Tindakan operasi laparatomi atau eksplorasi laparoskopi merupakan salah satu tatalaksana dari perforasi kolon jika terjadi peritonitis atau sepsis. Prinsip tatalaksana dari perforasi diawali dengan penilaian awal, resusitasi, penegakan diagnosis, dan tatalaksana emergency. Jika diduga mengalami perforasi pada penilaian awal maka selanjutnya dirujuk ke dokter bedah umum atau bedah digestif. Selanjutnya, terapi awal yang dapat dilakukan yaitu memuasakan pasien, resusitasi cairan yang adekuat untuk mempertahankan hemodinamik dan perfusi serta pemberian antibiotik spektrum luas sebelum tindakan operasi. Namun operasi dapat menjadi kontraindikasi jika terjadi masalah ketika tindakan anestesi dan operasi, seperti gagal nafas, gagal jantung, dan kegagalan multiorgan. Perforasi kolon yang terjadi pada lokasi kolon tranversum dapat dilakukan tindakan kolektomi atau tindakan pembedahan untuk mengangkat seluruh atau subtotal kolon sedangkan untuk kasus perforasi pada kolon sigmoid dapat ditangani dengan prosedur Hartmann. Prosedur Hartmann adalah operasi yang dilakukan untuk mengangkat bagian usus yang tidak normal. Pembedahan dilakukan untuk mengangkat daerah usus yang abnormal kemudian dilakukan kolostomi. Prosedur Hartmann biasa dilakukan pada sebagian besar pasien dengan perforasi kanker kolon.

Endoskopi juga dapat memberikan penyembuhan yang memadai pada kasus perforasi dan pencegahan peritonitis dengan membatasi perlengketan peritoneal dan menghindari operasi invasif akan tetapi keputusan untuk melakukan perawatan endoskopi tergantung pada beberapa faktor antara lain ukuran perforasi dan riwayat endoskopi sebelumnya. Pasca operasi, dilakukan tindak lanjut evaluasi radiografi, tes laboratorium, dan klinis berkala. Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah pembedahan, kolonoskopi dilakukan untuk menghilangkan tumor kolon yang tidak teramati secara intraoperatif.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3191/bagaimana-penanganan-kanker-kolon

Kesehatan Ginjal Untuk Semua

Memajukan akses yang adil terhadap layanan dan praktik pengobatan yang optimal

Penyakit ginjal kronis diperkirakan mempengaruhi lebih dari 850 juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan lebih dari 3,1 juta kematian pada tahun 2019.[1] Saat ini, penyakit ginjal menduduki peringkat ke-8 penyebab kematian utama[2], dan jika tidak ditangani, penyakit ini diproyeksikan menjadi penyebab utama ke-5 hilangnya nyawa pada tahun 2040.[3]

Selama tiga dekade terakhir, upaya pengobatan penyakit ginjal kronis  berpusat pada persiapan dan pemberian terapi penggantian ginjal. Namun, terobosan terapeutik baru-baru ini [4] menawarkan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mencegah atau menunda penyakit dan mengurangi komplikasi seperti penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal, yang pada akhirnya memperpanjang kualitas dan kuantitas hidup orang yang hidup dengan penyakit ginjal kronis .

Meskipun terapi-terapi baru ini harus dapat diakses secara universal oleh semua pasien, di setiap negara dan lingkungan, hambatan seperti kurangnya kesadaran penyakit ginjal kronis , kurangnya pengetahuan atau kepercayaan diri terhadap strategi terapi baru, kurangnya spesialis ginjal, dan biaya pengobatan berkontribusi terhadap kesenjangan yang besar dalam mengakses pengobatan. , khususnya di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, namun juga di beberapa negara berpendapatan tinggi. Ketimpangan ini menekankan perlunya mengalihkan fokus ke arah kesadaran penyakit ginjal kronis  dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.

Untuk mencapai perawatan ginjal yang optimal diperlukan upaya mengatasi hambatan di berbagai tingkatan sambil mempertimbangkan perbedaan kontekstual di seluruh wilayah dunia. Hal ini mencakup kesenjangan dalam diagnosis dini, kurangnya layanan kesehatan universal atau cakupan asuransi, rendahnya kesadaran di kalangan petugas layanan kesehatan, dan tantangan terhadap biaya pengobatan dan aksesibilitas. Strategi multi-cabang diperlukan untuk menyelamatkan ginjal, jantung, dan nyawa:

  • Kebijakan kesehatan – Pencegahan penyakit ginjal kronis  primer dan sekunder memerlukan kebijakan kesehatan yang ditargetkan yang secara holistik mengintegrasikan perawatan ginjal ke dalam program kesehatan yang ada, menjamin pendanaan untuk perawatan ginjal, dan menyebarkan pengetahuan kesehatan ginjal kepada masyarakat dan tenaga kesehatan. Akses yang adil terhadap skrining penyakit ginjal, alat untuk diagnosis dini, dan akses berkelanjutan terhadap pengobatan berkualitas harus diterapkan untuk mencegah penyakit ginjal kronis  atau perkembangannya.
  • Pemberian layanan kesehatan – Pelayanan ginjal yang kurang optimal disebabkan oleh terbatasnya fokus kebijakan, tidak memadainya pendidikan pasien dan penyedia layanan kesehatan, kurangnya sumber daya untuk layanan berkualitas tinggi, dan terbatasnya akses terhadap pengobatan yang terjangkau. Agar strategi ini berhasil, penting untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif, berpusat pada pasien, dan berorientasi lokal untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan terhadap perawatan ginjal berkualitas tinggi.
  • Tenaga kesehatan profesional – Mengatasi kekurangan tenaga kesehatan primer dan spesialis ginjal memerlukan peningkatan pelatihan, meminimalkan kehilangan penyedia layanan kesehatan, dan membangun kapasitas di antara petugas kesehatan, termasuk dokter layanan primer, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat. Pendidikan tentang skrining penyakit ginjal kronis  yang tepat dan kepatuhan terhadap rekomendasi pedoman praktik klinis adalah kunci keberhasilan penerapan strategi pengobatan yang efektif dan aman. Merangkul inovasi ilmiah dan memanfaatkan alat farmakologis dan non-farmakologis untuk pengobatan penyakit ginjal kronis , serta membina komunikasi yang efektif dan empati di antara para profesional akan sangat berdampak pada kesejahteraan pasien.
  • Memberdayakan pasien dan komunitas – Secara global, pasien kesulitan mengakses layanan dan pengobatan karena tingginya biaya dan informasi yang salah, yang berdampak pada perilaku dan kepatuhan mereka terhadap kesehatan. Meningkatkan kesadaran tentang faktor risiko penyakit ginjal kronis  seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, meningkatkan literasi kesehatan tentang pilihan gaya hidup sehat, perawatan diri, dan mendorong kepatuhan jangka panjang terhadap strategi pengobatan dapat membawa manfaat besar terutama bila dimulai sejak dini dan dikelola secara konsisten. Melibatkan pasien dalam organisasi advokasi dan komunitas lokal akan memberdayakan mereka untuk membuat keputusan dan meningkatkan hasil kesehatan mereka.

[1] https://vizhub.healthdata.org/gbd-results/
[2] https://www.healthdata.org/news-events/newsroom/news-releases/lancet-latest-global-disease-estimates-reveal-perfect-storm
[3] https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(18)31694-5.pdf
[4] Renin-angiotensin inhibitors, SGLT2 inhibitors, non-steroidal mineralocorticoid receptor antagonists, and GLP-1 receptor agonists, have shown benefits in delaying kidney function decline together with reducing risks of cardiovascular events and death.

Sumber

https://www.worldkidneyday.org/2024-campaign/

Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Overthinking?

Berfikir yang berlebihan di sebut juga dengan overthinking adapun susunan kata dapat menjelaskan tentang overthinking “over” yaitu “berlebihan”, “thingking” yaitu berfikir sehingga disimpulkan bahwa overthinking ialah berprilaku berfikir yang berlebihan sebagai suatu reaksi seseorang yang lahir dari berbagai keadaan. Overthinking berisi tentang ingatan yang berhubungan dengan masa lalu, bayangan tentang kejadian silam yang pilu, kesalahan yang telah di sesali dan di cemaskan tentang masa depan atau hal yang belum terjadi. Overthinking ialah salah satu bentuk psychological disorder atau gangguan psikologis karena saat seseorang mengalami overthingking maka gejala yang terjadi juga erat kaitannya dengan dunia psikologi, seperti cemas, menakutkan, terlalu banyak pertimbangan sehingga merasa diri bimbang memiliki banyak pikiran negatif yang muncul hingga mencoba menjustifikasi sesuatu sehingga memuat orang mengalami hal tersebut semakin bingung,terpuruk,  depresi hingga menutup diri. Tanpa kita sadari juga ternyata overthinking membuang waktu kita dan juga menguras energi, orang yang selalu overthinking maka bisa jadi akan sulit untuk bertindak. Sehingga hal ini dapat membuat kita terjebak dalam anxiety atau mengalami gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan sangat nyata dan serius, sama halnya seperti penyakit jantung dan diabetes. Pada saat seseorang mengalami kecemasan karena overthinking kebanyakkan dari mereka tentunya merasa tertekan dan perlu melakukan sesuatu untuk hal itu seperti berbagai atau berbicara dengan orang lain, jika tidak ada orang yang memperhatikan mereka, maka mereka akan merasa ditinggalkan dan semuanya akan menjadi lebih buruk. Karena jika seseorang, terlalu banyak berpikir maka dapat menyebabkan seseorang tersebut menilai dirinya sendiri itu secara kabur dan dapat mengakibatkan stres pada individu tersebut, yang tanpa disadari dengan berpikir terlalu banyak dapat menimbulkan masalah. Tentunya hal ini berdampak pada terganggunya kreativitas, produktivitas, dan kesehatan.

Faktor Penyebab Overthinking

Banyak sekali tentunya faktor penyebab dari overthinking, misalnya seperti karena masalah keluarga, hubungan, pekerjaan, studi, tekanan, dan lain-lain. Orang yang terlalu banyak berpikir berlebihan, lebih rentan mengalami kesedihan dan juga pikiran negatif yang berkelanjutan, sehingga hal ini juga membuat individu tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri. Yang lebih buruk adalah, ketika seseorang tidak mengetahui bahayanya dari banyaknya berpikir. Kebanyakan dari setiap orang justru merasa bahwa dirinya memiliki kemajuan memikirkan sesuatu sambil merenungkan nya tanpa henti, tetapi pada kenyataan mereka justru menyerap pemikiran negatif yang timbul dan mengembangkan pandangan pesimis pada masalah tersebut yang sedang dipikirkan. Oleh karena itu setiap individu harus mampu mengendalikan pikiran mereka, agar tidak menjadi overthinking. Dengan hal ini maka dapat membantu individu itu, terhindar dari rasa kecemasan yang muncul akibat dari hal yang mereka pikirkan secara berlebihan. Faktor overthinking juga dapat disebabkan oleh :

1.   Perasaan takut gagal

2.   Terlalu perfeksionis

3.   Kurangnya rasa percaya diri

4.   Trauma

5.   Ketidakpastian

6.   Pola pikir negatif

7.   Kekhawatiran tentang pendapat orang lain

8.   Tekanan sosial

Penting untuk mengenali penyebab overthinking dan belajar bagaimana menghadapinya. Bantuan dari professional, seperti terapis atau konselor, dapat membantu individu dalam mengatasi pola piker negatif dan mengembangkan strategi untuk menghadapi ketidakpastian dalam hidup dengan lebih efektif.

Dampak Overthinking

Kebanyakan dari permasalahan overthinking yang dihadapi oleh masyarakat ini disebabkan oleh rasa khawatir karena dari sebagian masyarakat masih sering berpikir mengenai hal yang negatif sehingga mereka mengalami keadaan overthinking ini. Keadaan dari overthinking ini banyak dari masyarakat yang menyatakan bahwa, hal ini juga bisa terjadi karena faktor pemicu dari lingkungan sekitar mereka yang membuat mereka menjadi overthinking. Overthinking yang berlebih menyebabkan dampak sebagai berikut :

1.   Kecemasan dan stress kronis

2.   Gangguan tidur

3.   Gangguan mood

4.   Ketidakmampuan mengambil keputusan

5.   Penuruanan produktivitas

Cara Mengarangi Overthinking

Untuk meredakan rasa kecemasan yang dialaminya menimbulkan kenyamanan yang dirasakan oleh individu sehingga bisa menjadi manusia yang memiliki pikiran yang sehat kemudian memikirkan yang baik. Manusia yang sehat adalah manusia yang belajar menghadapi dengan cara yang sehat dan produktif untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi dan ketenangan dalam cara berpikir yang positif. Ada beberapa cara untuk mengurangi cara berpikir yang tidak sehat dan efektif untuk mengatasinya :

1.   Meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) dan dapat menemukan makna dalam pengalaman yang dialami.

2.   Alihkan pemikiran-pemikiran yang negatif dengan cara memikirkan hal yang menyenangkan.

3.   Membuat jadwal untuk melakukan 15-30 menit untuk tidak melakukan apapun atau dengan cara meditasi setiap harinya.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3188/mengapa-seseorang-bisa-mengalami-overthinking

Tips Agar Anak Tidak Sakit

Secara umum, anak usia kurang dari 5 tahun akan mengalami infeksi virus ringan sekitar 8-12 kali dalam setahun. Setelah anak memasuki usia sekolah, umumnya mereka akan lebih jarang sakit, yaitu sebanyak 5-6 kali dalam setahun dan pada remaja 2-3 kali dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh kekebalan tubuh anak yang belum sempurna dan masih dalam masa tumbuh kembang, sehingga cukup wajar apabila anak mengalami infeksi ringan beberapa kali dalam setahun, terutama anak yang berusia lebih muda.

Namun, penyakit berat tetap bisa mengancam kesehatan anak-anak kita. Beberapa penyebab kematian terbanyak pada anak di antaranya adalah: pneumonia, komplikasi bayi prematur, asfiksia pada bayi yang baru lahir, kelainan kongenital, diare, infeksi berat/sepsis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua agar menjaga kesehatan anak agar tidak mudah sakit, dan walaupun sakit, cegah sebelum penyakit anak berkembang menjadi lebih berat.

Beberapa Tips yang Dapat Diterapkan agar Anak Tidak Mudah Sakit adalah:

  1. Melengkapi Imunisasi
  1. Memberikan Gizi yang seimbang
  2. Memberikan Stimulasi adekuat sesuai usia
  3. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Imunisasi

Apa itu Imunisasi?

Imunisasi adalah upaya untuk menimbulkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila terpapar dengan penyakit tersebut anak tidak sakit atau hanya mengalami sakit yang ringan saja. Imunisasi bukanlah obat, melainkan virus/bakteri mati ATAU komponen virus/bakteri ATAU virus/bakteri hidup yang sudah dilemahkan.

Mengapa Imunisasi Penting?

Imunisasi bisa melindungi terhadap penyakit infeksi yang berat. Semakin banyak orang yang diimunisasi akan semakin banyak orang yang terlindungi, sehingga mencegah penularan penyakit pada anak/orang yang tidak dapat diimunisasi.

Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

  • Polio
  • Tuberculosis (TBC)
  • Difteri
  • Pertusis
  • Tetatus
  • Campak
  • Pneumonia
  • Sindrom Rubella Kongenital
  • Cacar Air
  • Influenza
  • Diare karena rotavirus

Jadwal Imunisasi Kemenkes


 


Imunisasi Anak usia 7-18 Tahun

Bulan Imunisasi Anak Sekolah/BIAS (usia 7-11 tahun)

  • Kelas 1 SD: Campak, Rubella, DT
  • Kelas 2 SD: Td
  • Kelas 5 SD: Td+HPV1
  • Kelas 6 SD: HPV2

Usia Sekolah sampai Remaja

  • 9 tahun: Dengue
  • 10 tahun: Td/TdaP+HPV 1
  • 11 tahun: HPV2
  • 18 tahun: Td/TdaP

 Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) 2023

Gizi

Salah satu cara pencegahan anak agar tidak mudah sakit juga dapat dilakukan dengan memberikan gizi yang baik dan seimbang pada anak. Seorang anak memerlukan nutrisi yang optimal untuk bertumbuh dan berkembang, agar kekebalan tubuhnya kuat untuk melawan penyakit. Pemberian nutrisi dapat dimulai sejak ASI eksklusif usia 0-6 bulan, kemudian diberikan MPASI hingga usia 1 tahun dan selanjutnya anak dapat diberikan nutrisi makanan keluarga hingga dewasa

Isi Piringku

Isi Piringku merupakan panduan dari Kementerian Kesehatan terkait asupan makan anak sejak MPASI hingga makanan keluarga

Bayi Usia 0-6 Bulan

  • ASI eksklusif merupakan pilihan utama bagi semua bayi berusia di bawah 6 bulan

Bayi Usia 6-8 Bulan

Bayi Usia 9-11 Bulan

Bayi Usia 12-23 Bulan

Bayi Usia 2-5 tahun

Stimulasi 

Stimulasi adalah upaya yang dilakukan untuk merangsang perkembangan otak anak sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian, serta perilaku dan emosi pada anak berlangsung optimal sesuai dengan umurnya. Stimulasi bisa dilakukan setiap saat, sesuai usia, dan dalam suasana yang nyaman bagi anak. Stimulasi yang baik akan berkontribusi pada anak yang berkembang sesuai potensi usianya, sehingga berkontribusi juga terhadap kesehatan anak secara umum. Beberapa stimulasi yang bisa diterapkan untuk semua usia anak adalah:

  • Ajak anak bermain dan mengobrol
  • Hindari penggunaan gadget kecuali video call sebelum usia 2 tahun, setelahnya maksimal 1 jam dalam sehari
  • Pastikan pendidikan wajib hingga 12 tahun

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan serangkaian aktivitas yang menunjang hidup seorang anak untuk menjaga kualitas hidup seorang anak dan melindungi kesehatannya. Selain orangtua yang menerapkan, ajak anak juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, bahkan sejak usia sangat dini. Hal ini bertujuan agar terbentuk kebiasaan yang baik untuk kehidupan anak di masa depan. Beberapa poin Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah:

  • Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
  • ASI Eksklusif hingga usia bayi 6 bulan
  • Melakukan penimbangan bayi/balita berkala di Posyandu
  • Ketersediaan air bersih untuk semua keluarga
  • Cuci tangan pakai sabun
  • Ketersediaan jamban sehat
  • Memberantas jentik nyamuk
  • Mengkonsumsi buah dan sayur
  • Melakukan aktivitas fisik setiap hari
  • Tidak merokok didalam rumah

Kesimpulan

Agar anak tidak mudah sakit, penuhi semua aspek tumbuh kembang anak, yaitu: imunisasi, gizi, dan stimulasi. Selain itu, terapkan juga perilaku hidup bersih dan sehat. Ajari anak untuk terlibat langsung, agar membentuk kebiasaan baik di masa depan.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/tips-agar-anak-tidak-sakit

1000 HPK Kunci Cegah Stunting

Masalah stunting masih menjadi episode panjang masalah kesehatan balita di Indonesia. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak dengan stunting biasanya ditandai dengan tinggi badan yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD (-2SD) di bawah median panjang atau tinggi badan berdasarkan umur (1). Dampak dari stunting tidak hanya pada tinggi badan yang kurang namun juga perkembangan intelektual, kognitif, motorik yang buruk dan bahkan mengurangi produktivitas sehingga menyebabkan kerugian ekonomi di masa depan. Maka dari itu, pencegahan terutama pada 1000 HPK sangat diperlukan, yakni mulai dari bayi dalam kandungan hingga usia 23 bulan.

  1. Periode Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan rutin atau antenatal care (ANC) merupakan salah satu usaha pencegahan stunting selama masa kehamilan. Selama hamil ibu disarankan untuk periksa minimal 6 kali. 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga. Paling sedikit 2 kali pemeriksaan oleh dokter atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan pada trimester pertama dan ketiga dengan memakai USG. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kesehatan ibu dan janin salah satunya melalui penimbangan berat badan ibu dan pengukuran lingkar lengan atas  (LiLA) secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemenuhan gizi ibu hamil dan janin. Pada ibu yang masuk kategori kekurangan energi kronis (KEK) pemberian PMT atau makanan tambahan untuk mengejar kenaikan berat badan selama kehamilan harus dilakukan.

Selain melakukan pemeriksaan rutin, selama kehamilan ibu perlu rutin minum tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan, mengkonsumsi beragam jenis bahan makanan seperti makanan pokok, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur, minum air 8-12 gelas/hari (2-3 liter)/hari, serta menambahkan 1 porsi makanan utama atau makanan selingan dari sebelumnya.

  1. Periode Menyusui (Bayi 0-6 Bulan)

Pada periode ini, pencegahan stunting dilakukan dengan cara mendorong ibu pasca melahirkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) terutama memberikan kolostrum dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama. Selain itu, juga diberikan promosi mengenai pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan disertai pemantauan tumbuh kembang rutin minimal 1 bulan sekali di posyandu atau puskesmas. 

Sebagai upaya pencegahan penyakit, dianjurkan pula untuk pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. Untuk ibu, pada 1-2 hari pasca bersalin akan diberikan  suplementasi kapsul vitamin A.

  1. BADUTA (Bawah Dua Tahun) 6-23 Bulan

Intervensi gizi dilakukan dengan mendorong ibu untuk tetap memberikan ASI hingga anak berusia 23 bulan. Selain itu, usaha pencegahan lainnya yakni mendorong pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah anak berusia lebih dari 6 bulan. Intervensi juga pelengkap lainnya dilakukan dengan menyediakan obat cacing, pemberian suplementasi zinc, menyediakan fortifikasi zat besi pada makanan, imunisasi dasar dan lanjutan, pemberian suplementasi vitamin A (kapsul biru/merah) dan melakukan perlindungan pada penyakit seperti malaria dan diare.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/1000-hpk-kunci-cegah-stunting

Kenali Tanda dan Gejala Supraspinatus Tendinitis

Supraspinatus tendinitis adalah peradangan pada tendon supraspinatus akibat gesekan tendon terhadap tulang bahu (yang dibentuk oleh caput humeri dengan bungkus kapsul sendi glenohumeral sebagai alasnya, dan akromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya) secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, terutama dalam pekejaan overhead : berenang, melukis, tenis. Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum majus humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput humeri (dengan bungkus kapsul sendi glenohumerale) sebagai alasnya, dan akromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Adanya cedera atau trauma menyebabkan terjadinya kerobekan serabut-serabut tendon, sehingga akan terjadi perubahan pada tendon. Cairan yang keluar dari sistem sirkulasi akan mengambil tempat ke arah celah tendon yang robek dan dapat menjalar ke sekitarnya kemudian cairan tersebut mengendap dan membentuk hematom. Hematom ini akan menekan ujung-ujung saraf sensoris di sekitarnya hingga akan menambah rasa nyeri. Apabila penekanan yang mengakibatkan peradangan ini terjadi berulang-ulang maka akan mengalami degenerasi dimana tendon semakin menebal. Hal ini mengakibatkan gerakan tendon terbatas atau terhambat. Sehingga suplay darah terganggu yang akan mengakibatkan tendinitis.

Tanda dan Gejala Supraspinatus Tendinitis

Tanda dan gejala supraspinatus tendinitis berupa nyeri tekan pada tendon otot supraspinatus karena tendonnya mengalami peradangan. Adapun tanda dan gejala yang umum dijumpai pada kondisi tendinitis supraspinatus antara lain :

1.      Nyeri bila ditekan pada tendon otot supraspinatus yaitu tepatnya pada daerah tuberculum mayus humeri sedikit proximal. Nyeri tekan juga terjadi pada otot deltoid medial sebagai nyeri rujukan. Painfull arc untuk tendinitis suprapinatus antara 6001200. Bila ditelusuri, daerah rasa nyerinya adalah di seluruh daerah sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat kumatkumatan, yang timbul sewaktu mengangkat bahu. Keluhan umum yang biasanya disampaikan adalah kesulitan memakai baju, menyisir rambut, memasang konde atau kalau akan mengambil bumbu dapur di rak gantung bahunya terasa nyeri.

2.      Keterbatasan gerak pada sendi bahu terutama untuk gerakan abduksi dan eksorotasi. Keterbatasan ini disebabkan oleh karena adanya rasa nyeri.

3.      Kelemahan otot dan Atrofi.

4.      Nyeri tekan pada daerah tendon otot supraspinatus.

Diagnosis Supraspinatus Tendinitis

Penderita dengan tendinitis supraspinatus merasa nyeri di daerah tuberositas mayor pada waktu lengan menggantung ke bawah (downbarn’s sign), nyerinya bertambah bila pemeriksa menarik lengannya ke bawah. Ini menguatkan adanya tendinitis supraspinatus. Pemeriksaan pada supraspinatus tendinitis antara lain :

1.   Pemeriksaan Gerak Dasar

a.   Gerak Aktif

Pada kondisi tendinitis supraspinatus gerakan abduksi akan terasa nyeri sehingga akan terjadi keterbatasan gerak sendi bahu. Nyeri timbul sebagai proteksi bagi tubuh karena tendon m.supraspinatus mengalami pergesekan dengan sturuktur yang ada di sekitarnya.

b.   Gerak Pasif

Gerakan dilakukan oleh terapis sementara penderita dalam keadaan rilek, bertujuan untuk mengetahui luas garak sendi, pola kapsuler, ada atau tidaknya rasa nyeri. Pada gerakan abduksi pasif, penderita tendinitis supraspinatus tidak mengeluh adanya rasa nyeri, karena ototnya dalam keadaan rilek.

c.   Gerak Isometrik

Gerakan yang dilakukan oleh penderita secara aktif sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan arah gerakan yang dilakukan oleh pasien tanpa adanya pergerakan sendi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memprovokasi nyeri pada muskulotendinogen.

2.   Pemeriksaan Spesifik

a.   Tes Pengukuran Nyeri

Untuk mengetahui derajat atau tingkatan rasa nyeri pada kondisi tendinitis supraspinatus dapat diukur dengan menggunakan VAS (Verbal Analogue Scale).

b.   Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi

Pengukuran LGS pada kondisi tendinitis supraspinatus dengan arah gerakan abduksi-adduksi goniometer diletakkan pada axis antero-posterior dari sendi bahu. LGS normal pada sendi bahu untuk gerakan abduksi-adduksi adalah F 180º – 0º – 45º.

c.   Pemeriksaan Kemampuan Fungsional

Untuk mengetahui nilai dari kemampuan fungsional pasien tendinitis supraspinatus dapat digunakan indek Barthel yang dimodifikasi.

d.   Tes Khusus

Tes khusus yang dapat dilakukan pada kondisi tendinitis supraspinatus seperti Tes Supraspinatus (supraspinatus challenge test), Tes lengan jatuh (mosley), Tes AppleyPainful Arc, Tes Aperehensi.

3.   Pemeriksaan Penunjang

Pada foto rontgen ditemukan adanya kalsifikasi pada tendon rotator cuff dan di bursa. Dengan kasus yang sudah lama adanya proses degenerative seperti perubahan sklerotik dan kistik di tuberositas dan adanya jarak pada humerus dengan akromion. Pada tendinitis akut kalsifikasi didapatkan tidak teratur dan tidak jelas. Pada pemeriksaan USG menunjukkan penebalan pada bursa subacromial dan impingement.

Pengobatan Supraspinatus Tendinitis

1.   Terapi Medikamentosa

a.   Ibuprofen

Golongan NSAID yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Dengan waktu paruh yang relative singkat. Sebagian diindikasikan untuk rematoid arthritis dan osteoarthritis dengan nyeri ringan sampai sedang. Dosis yang diberikan 400-800 mg.

b.   Natrrium Diclofenac

Merupakan komposisi kimia asam asetat heteroaril dengan waktu yang pendek. Indikasi untuk rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan ankylosing spondilitis.

c.   Piroksikam

Memiliki waktu paruh yang lama (50 jam) yang dapat diberikan sekali sehari. Diindikasikan pada kasus rheumatoid arthritis dan osteoarthritis.

2.   Terapi Fisioterapi

Secara umum penanganan yang dapat diberikan adalah :

a.   Diberi kompres hangat untuk mengurangi spasme otot supraspinatus.

b.   Massage pada tendon supraspinatus dengan menggunakan tehnik transver friction.

Tujuan diberi massage ini untuk mengurangi nyeri, relaksasi otot, peningkatan vaskularisasi.

3.   Ultra Sound (US)

Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz yang tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran.

4.   Terapi Latihan

Provokasi dengan Gerakan Isometrik / tahanan ke arah Abduksi.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3187/kenali-tanda-dan-gejala-supraspinatus-tendinitis

Kenali Rhinitis Alergika Mulai dari Sekarang

Gangguan sistem imunitas tubuh akan memiliki berdampak terdapat timbulnya penyakit dan salah satu penyakit akibat gangguan sistem imun khususnya imun yang spesifik adalah rinitis alergika. Rinitis alergika adalah kelainan pada hidung dengan gejala seperti bersin-bersin, hidung berair, hidung gatal, dan juga tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Rinitis alergi umumnya bukan penyakit yang fatal tetapi gejalanya dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang dan menurunkan kualitas hidup penderita. Permasalahan terkait kualitas hidup yang sering dilaporkan terjadi pada penderita rinitis alergi di antaranya adalah gangguan tidur, rasa lelah dan mengantuk pada jam produktif, mudah marah, depresi, gangguan fungsi fisik dan sosial, penurunan atensi, kemampuan belajar serta defisit memori. Gangguan tidur pada penderita rinitis alergi dapat berupa sulit tidur, tidur tidak nyenyak, serta tidak merasa segar saat bangun tidur. Beban yang ditimbulkan dari penyakit rinitis alergi juga dapat dirasakan pada aspek sosio-ekonomi, baik  yang  berasal  dari  beban  pembiayaan  perawatan  kesehatan  serta  beban  yang  ditimbulkan  akibat  penurunan  produktivitas  kerja. Terapi rinitis alergi dilakukan pendekatan bertahap sesuai dengan berat ringan penyakit dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Prinsip terapi rinitis alergi meliputi penghindaran terhadap alergen, edukasi, farmako terapi (antihistamin, kortikosteroid, dekongestan, antikolinergik), operasi, maupun imunoterapi.

Gejala Rhinitis Alergika

Gejala rhinitis alergika dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain sebagai berikut :

1.    Allergen

Allergen hirupan merupakan allergen terbanyak penyebab serangan gejala rhinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan allergen hirupan utama penyebab rhinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting.

2.    Polutan

Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rhinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

3.    Aspirin

Aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid dapat mencetuskan rhinitis elergika pada penderita tertentu.

Klasifikasi Rhinitis Alergika

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat ringannya penyakit :

1.   Ringan, apabila penyakit tersebut : tidak mengganggu pola tidur, tidak mengganggu aktivitas pekerjaan, tidak mengganggu aktivitas penggunaan waktu luang, tidak mengganggu aktivitas sosial.

2.   Rinitis alergi sedang-berat, apabila penyakit tersebut telah : mengganggu pola tidur, mengganggu aktivitas pekerjaan, mengganggu aktivitas penggunaan waktu luang, mengganggu aktivitas sosial.

3.   Rinitis alergi dengan komplikasi, misalnya apabila rinitis alergi disertai : sinusitis, polip hidung, gangguan fungsi tuba auditiva dan telinga tengah.

Diagnosis

Diagnosis rhinitis alergika berdasarkan keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rhinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor.

Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan IgE total dan IgE spesifik, eosinophil pada hapusan mukosa hidung dan bisa dilakukan in vivo dengan uji kulit goresan atau tusukan atau suntikan.

Pencegahan

Pencegahan rhinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran allergen, fatmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam pencegahan rhinitis alergika, penghindaran allergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi pencegahannya, terutama bila allergen penyebab dapat diidentifikasikan. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenan dengan penyakit yang kronis, yang berdasrkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kartikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah allergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3186/kenali-rhinitis-alergika-mulai-dari-sekarang

1 12 13 14 15 16 26

Search

+