Menghindari Keracunan Makanan: Tips Keamanan Pangan Untuk Keluarga di Rumah

Keamanan pangan rumah tangga ialah fondasi utama dalam menjaga kesehatan keluarga. Mulai dari cara penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan terdapat tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa makanan tersebut bebas dari bakteri, virus, maupun kontaminan yang dapat menyebabkan penyakit. Mari kita bahas bagaimana cara sederhana yang dapat diterapkan di rumah tangga untuk menjaga keamanan pangan agar keluarga terhindar dari panyakit bawaan makanan.

5 Kunci Keamanan Pangan Dalam Keluarga

Berikut ini adalah 5 kunci penting yang dapat diterapkan di rumah untuk memastikan makanan yang disajikan selalu aman dan berkualitas.

  1. Jaga Kebersihan Bahan Pangan, Wadah, Dan Area Dapur
    Langkah pertama dalam menjaga keamanan pangan adalah menjaga kebersihan. Selalu cuci tangan dengan benar minimal 20 detik sebelum menyentuh makanan. Selain itu, pastikan area dapur, peralatan, dan wadah yang digunakan selalu bersih dan terhindar dari hama seperti lalat atau tikus yang dapat membawa penyakit. Cuci semua bahan makanan sebelum diolah.
  2. Lakukan Pemisahan Bahan Pangan Mentah dan Masakan Matang
    Untuk menghindari kontaminasi silang, pisahkan bahan mentah seperti daging, unggas, ikan, seafood, dan telur dari makanan matang. Gunakan wadah, pisau, talenan, dan serbet yang berbeda untuk setiap jenis bahan tersebut. Ini akan mencegah bakteri menyebar dari bahan mentah ke makanan matang yang akan dikonsumsi.
  3. Masak dengan Benar Hingga Matang Sempurna
    Salah satu langkah terpenting dalam keamanan pangan adalah memastikan bahwa makanan dimasak hingga matang sempurna. Agar bakteri tidak berkembang, makanan harus dimasak maksimal 2 jam setelah dikeluarkan dari kulkas. Pastikan untuk memasak daging, ikan, dan unggas pada suhu yang cukup tinggi agar semua bakteri berbahaya mati.
  4. Simpan Pada Suhu Aman
    Penyimpanan makanan adalah bagian penting dari keamanan pangan. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, simpan bahan makanan di bawah 5°C atau di atas 60°C. Jangan membeiarkan makanan matang dalam suhu ruang lebih dari 4 jam. Untuk menyimpan makanan yang mudah rusak, gunakan kulkas atau pendingin.
  5. Gunakan Air Dan Bahan Baku Aman
    Untuk mengurangi risiko kontaminasi, pastikan bahan pangan yang digunakan berkualitas dan aman. Periksa bahan sebelum diolah, dan gunakan air matang untuk memasak.

Rantai Pengolahan Pangan: Mulai dari Berbelanja hingga Penyajian

  1. Saat Berbelanja
    Untuk menghindari membeli barang yang tidak diperlukan, buatlah daftar belanja sebelum berbelanja. Pastikan cuci tangan sebelum dan sesudah berbelanja, dan bersihkan pegangan troli. Sebelum membeli produk, periksa izin edar, kemasan, dan tanggal kedaluwarsa.
  2. Menyimpan Bahan Pangan
    Setelah berbelanja, simpan bahan pangan dengan benar. Setiap bahan mentah harus dipisahkan dalam wadah bersih dan disimpan dalam porsi masak untuk mempermudah pengolahan. Untuk mencegah kontaminasi, letakkan makanan matang di atas bahan pangan mentah dalam kulkas.
  3. Pengolahan Bahan Pangan
    Sebelum diolah, cuci sayur dan buah dengan air matang. Jika bahan seperti daging atau ikan masih beku, letakkan terlebih dahulu di dalam kulkas hingga mencapai suhu aman. Selain itu, perhatikan tanggal kedaluwarsa bahan pangan sebelum diolah.
  4. Penyajian Makanan
    Pastikan makanan selalu tertutup dan bersih sebelum disajikan, serta tidak dibiarkan di suhu ruang selama lebih dari 4 jam.
  5. Pengangkutan
    Dalam pengangkutan makanan, pastikan kendaraan dan wadah makanan bersih, kuat, tertutup, dan khusus untuk makanan. Untuk mengirim makanan beku atau dingin, gunakan cooler box agar suhu tetap stabil dan makanan tetap aman untuk dikonsumsi.

Dengan menerapkan beberapa langkah sederhana di atas, dapat memastikan keamanan pangan di rumah, melindungi keluarga dari risiko kontaminasi, dan mejaga kesehatan anggota keluarga. Setiap hidangan yang disajikan di meja makan pun tidak hanya lezat, tetapi juga memberikan rasa aman saat disantap bersama-sama.

Sumber

https://ayosehat.kemkes.go.id/menghindari-keracunan-makanan-tips-keamanan-pangan-untuk-keluarga-di-rumah

Kenali Ciri dan Gejala Keputihan Pada Ibu Hamil

Keputihan saat hamil biasanya tidak perlu dikhawatirkan jika memiliki ciri-ciri normal seperti berikut :
1). Tidak memiliki bau yang kuat atau tidak menyenangkan. 
2). Warna jernih atau putih. 
3). Tebal dan lengket. 
4). Licin dan basah.

Jika cairannya berubah dari segi aroma, warna atau tekstur, bisa jadi merupakan tanda dari infeksi pada vagina. Seperti ciri-ciri keputihan tidak normal berikut ini :
1). Bau amis, menandakan vaginosis bakteri. 
2). Tekstur yang tebal dan putih seperti keju cottage menandakan thrush.
3). Warna hijau, kuning atau berbusa, menandakan trikomoniasis. 
4). Bila keputihan dibarengi dengan nyeri atau pendarahan panggul, menandakan klamidia atau gonore.

Beberapa ciri-ciri keputihan saat hamil yang menandakan risiko kesehatan tertentu dan perlu mengunjungi dokter :
1). Cairan keputihan berubah warna, bau atau tekstur.
2). Menghasilkan lebih banyak dari biasanya.
3). Merasa gatal atau sakit. 
4). Merasa sakit saat buang air kecil
5). Adanya rasa sakit di daerah antara perut dan paha (nyeri panggul).

Komplikasi keputihan pada ibu hamil, menyebabkan : 
1). Infeksi Saluran Kemih 

Keputihan yang berlebihan bisa menjadi tanda infeksi saluran kemih yang jika tidak diobati, bahkan bisa berkembang menjadi infeksi ginjal. Infeksi saluran kemih juga dikaitkan dengan risiko kelahiran premature.
2). Gangguan Kehamilan

Infeksi yang tidak diobati dapat memengaruhi kesehatan umum ibu hamil, menyebabkan ketidak nyamanan, stres, dan gangguan terhadap kehamilan yang sehat.
3). Pelepasan Membran Amnion Prematur

Dalam beberapa kasus, keputihan yang abnormal bisa menjadi tanda dari pelepasan prematur membran amnion.Perluasan infeksi bakteri pada rahim dapat memicu infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis) menyebabkan kantung ketuban pecah sebelum waktunya.menyebabkan persalinan prematur. Bayi yang lahir prematur lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan, termasuk masalah tumbuh kembang anak.
4). Infeksi Jamur (Candidiasis Vaginal)

Keputihan yang tebal, berwarna putih, tidak berbau, gatal di area vagina, nyeri saat BAK (buang air kecil) dan hubungan sex dan terlihat seperti gumpalan mirip keju bisa menandakan infeksi jamur. keputihan ini tidak berbahaya bagi janin karena infeksinya bersifat lokal (di vagina)dan tidak akan naik kearah rahim ataupun pemicu keguguran dan prematur.
5). Infeksi Bakterial (Bacterial Vaginosis)

Jika keputihan berubah menjadi berbau dan berwarna abu-abu, ini bisa menandakan bacterial vaginosis. Tanpa pengobatan yang tepat, kondisi ini bisa menyebabkan radang panggul, keguguran, dan  meningkatkan risiko kelahiran prematur.
6). Infeksi trikomoniasis

Keputihan yang berwarna kekuningan atau kehijauan dan berbau amis. Trikomoniasis berisiko menimbulkan kelainan pada janin, lahir prematur,  bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), dan infeksi selaput ketuban.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3753/kenali-ciri-dan-gejala-keputihan-pada-ibu-hamil

Kalsium dan Gigi

Kalsium merupakan salah satu mineral utama dalam tubuh manusia. Tubuh manusia mengandung kalsium sebesar 1,5-2?rat badan. Sekitar 99% kalsium tersimpan di jaringan tulang dan gigi. Di dalam gigi, kalsium berperan dalam mendukung struktur gigi dan sebagai simpanan tubuh. Kalsium penting untuk perkembangan, pemeliharaan, dan mencegah permasalahan pada gigi.

Perkembangan gigi terjadi sejak janin masih dalam kandungan ibu hingga akhir masa remaja. Kalsium sangat diperlukan selama proses pembentukan gigi sebagai komponen utama penyusun jaringan keras gigi yaitu dentin, enamel, dan sementum gigi. Asupan kalsium pada ibu hamil berpengaruh pada perkembangan gigi bayi. Kekurangan kalsium pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan perkembangan gigi pada bayi seperti keterlambatan munculnya gigi atau kelainan pada struktur gigi. Kelainan gigi yang timbul akibat kekurangan kalsium pada saat kehamilan tidak dapat diperbaiki setelah lahir sebab masa pembentukan tunas gigi susu sudah selesai.

Kecukupan kalsium selama masa perkembangan gigi juga berpengaruh pada risiko karies gigi (gigi berlubang) pada anak. Karies gigi merupakan kerusakan struktur gigi akibat adanya pelepasan berlebih mineral (kalsium) dalam gigi akibat asam yang berasal dari makanan atau hasil produksi bakteri di mulut. Kekurangan kalsium selama proses perkembangan gigi menyebabkan struktur gigi tidak sempurna sehingga lebih rentan terhadap bakteri dan asam. Sebuah penelitian di Jepang menyatakan bahwa asupan kalsium yang lebih tinggi pada kehamilan menurunkan risiko karies gigi pada anak. Penelitian lain di Argentina menunjukkan bahwa risiko karies gigi pada anak dengan ibu yang mendapat suplemen kalsium selama kehamilan lebih rendah dibandingkan anak dengan ibu tanpa suplemen kalsium. Kecukupan kalsium pada masa kanak-kanak juga berperan dalam pencegahan karies. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium pada anak dengan karies gigi lebih rendah dibandingkan pada anak tanpa karies gigi. Oleh karena itu, asupan kalsium yang cukup pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak sangat penting untuk perkembangan dan kesehatan gigi anak.

Kecukupan kalsium pada ibu hamil juga berpengaruh terhadap kesehatan gigi ibu. Risiko karies gigi meningkat pada ibu hamil. Pada ibu hamil sering kali terjadi perubahan keasaman rongga mulut dan peningkatan konsumsi makanan manis yang meningkatkan pelepasan mineral gigi. Kalsium yang cukup diperlukan untuk mengembalikan mineral yang lepas dan mengurangi risiko terjadinya karies gigi.

Kalsium juga berperan dalam pemeliharaan struktur gigi pada semua usia. Pada gigi, terjadi proses pelepasan mineral (kalsium) secara terus menerus. Pelepasan mineral gigi dapat terjadi karena adanya asam pada mulut yang berasal dari makanan atau hasil dari fermentasi sisa makanan oleh bakteri dalam rongga mulut yang dapat melarutkan kalsium pada struktur gigi. Normalnya, proses ini diikuti dengan proses pengembalian mineral sehingga struktur gigi tetap terjaga. Kalsium yang tersedia di air ludah akan digunakan untuk mengembalikan mineral dalam gigi. Proses pengembalian mineral ini dapat terjadi jika kadar kalsium dalam tubuh cukup.

Dalam tubuh, kalsium juga memiliki fungsi lain, antara lain berperan dalam kontraksi pembuluh darah, kontraksi otot dan jantung, transmisi saraf, sinyal dalam sel, dan sekresi hormon. Jika tubuh kekurangan kalsium, maka tubuh akan mengambil simpanan kalsium dalam tulang dan gigi untuk mempertahankan fungsi tubuh lainnya. Pada kondisi ini, proses pelepasan mineral pada gigi akan meningkat, sementara kadar kalsium pada air ludah menurun sehingga proses pengembalian mineral terhambat. Jika proses ini terjadi secara terus menerus tanpa diimbangi asupan kalsium yang cukup, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara proses pelepasan dan pengembalian mineral yang dapat menyebabkan gigi keropos. Kekeroposan pada gigi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan terjadinya karies gigi. Oleh karena itu, asupan kalsium sesuai kebutuhan tubuh penting untuk memelihara struktur gigi dan mencegah terjadinya karies gigi.

Nilai dari kebutuhan kalsium harian bervariasi tergantung pada usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium anak-anak dan remaja meningkat sesuai usia. Kebutuhan harian kalsium pada orang dewasa adalah 1100 mg (usia 19 hingga 29 tahun) dan 1.000 mg (usia 30 tahun ke atas). Ibu hamil dan menyusui memerlukan tambahan 200 mg kalsium per hari dari kebutuhannya berdasarkan usia. Cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan kalsium adalah dengan konsumsi sumber makanan tinggi kalsium.

Sumber utama kalsium adalah susu dan produknya seperti keju dan yoghurt. Segelas susu atau yoghurt dapat mengandung 200 – 400 mg kalsium. Ikan yang dimakan dengan tulangnya atau makanan laut lain seperti kerang atau tiram juga merupakan sumber kalsium yang baik. Bahan makanan lain yang mengandung kalsium antara lain kacang-kacangan (almond, kacang polong, kacang merah), tahu, tempe, dan beberapa sayuran (brokoli, kembang kol, kale). Sayuran hijau seperti bayam, daun katuk, daun singkong dan sawi juga merupakan sumber kalsium, namun bahan makanan ini mengandung oksalat tinggi yang dapat menghambat penyerapan kalsium. Konsumsi susu atau bahan makanan lain yang mengandung kalsium setiap hari diperlukan untuk menjaga kesehatan gigi.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3768/kalsium-dan-gigi

Cara Menghilangkan Tahi Lalat

Ada sebagian orang menganggap bahwa adanya tahi lalat yang letaknya tepat dapat menambah daya tarik seseorang, namun adanya tahi lalat di wajah atau bagian tubuh yang terlihat lainnya yang tidak pas dan jumlahnya banyak, bisa jadi menurunkan kepercayaan diri. Beberapa orang bahkan mencari tahu cara yang efektif untuk menghilangkannya. Cara menghilangkan tahi lalat tidak boleh dilakukan sembarangan. Pasalnya, tahi lalat yang dihilangkan dengan cara tidak tepat bisa menimbulkan bekas luka bahkan infeksi. Selain itu, cara menghilangkan tahi lalat juga harus disesuaikan dengan ukuran dan letak tahi lalat. Ada 2 (dua) langkah yang bisa dipilih untuk menghilangkan tahi lalat yang menempel. Cara pertama adalah dengan medis, lalu yang lainnya adalah dengan metode alami.

Faktanya, seseorang bisa memiliki tahi lalat sebanyak 10-40 buah termasuk kondisi yang normal. Sebab, warna hitam pada kulit ini bersifat jinak dan tidak menimbulkan bahaya. Meski begitu, ada juga tahi lalat yang ganas, atau disebut juga kanker kulit melanoma. Tahi lalat ini harus segera dihilangkan dari tubuh. Bukan hanya yang ganas, tahi lalat jinak juga dapat dihilangkan jika kita menginginkannya. Tahi lalat merupakan bercak atau benjolan kecil berwarna hitam atau cokelat pada kulit. Tahi lalat bisa terbentuk di mana saja, baik tunggal maupun berkelompok. Biasanya, tahi lalat muncul sebelum usia 20 tahun, tetapi bisa juga muncul sejak bayi. Jika tahi lalat tidak ganas, keputusan untuk menghilangkan tahi lalat tergantung pada masing-masing orang. Namun, jika tahi lalat mengalami perubahan warna, ukuran, dan ketebalan hingga mengganggu penampilan, berbagai cara menghilangkan tahi lalat penting diketahui guna mengatasi permasalahan tersebut.

Beberapa Cara Menghilangkan Tahi Lalat

Berikut ini adalah beberapa cara menghilangkan tahi lalat yang bisa kita jadikan pilihan :

1.      Eksisi cukur

Cara menghilangkan tahi lalat yang satu ini menggunakan alat tipis seperti pisau cukur dengan elektroda kecil di ujungnya untuk mengiris tahi lalat. Setelah prosedur dilakukan, dokter akan memeriksa tahi lalat di bawah mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya tanda-tanda kanker kulit.

2.   Eksisi bedah

Jika tahi lalat berukuran besar, dokter akan melakukan cara menghilangkan tahi lalat berupa bedah eksisi. Dokter akan membius area di sekitar tahi lalat, kemudian memotong tahi lalat beserta jaringan kulit di sekitarnya dengan pisau bedah. Setelah itu, dokter akan menutup luka bekas pembedahan dengan jahitan.

Biasanya, dokter akan memeriksa ada atau tidaknya tanda-tanda kanker kulit. Jika merujuk ke kanker kulit, dokter akan menyarankan pemeriksaan biopsi kulit untuk memastikannya.

3.   Bedah beku dengan cairan nitrogen (cryotherapy)

Prosedur bedah beku dilakukan dengan menyemprotkan nitrogen cair bersuhu sangat dingin ke tahi lalat yang ingin dihilangkan. Nantinya, nitrogen cair ini akan bekerja dengan menghancurkan jaringan, sehingga tahi lalat dapat hilang.

Setelah prosedur bedah beku dilakukan, kulit akan mengalami luka lepuh seukuran tahi lalat. Namun, kita tidak perlu khawatir karena luka lepuh ini akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar 7-10 hari.

4.   Bedah listrik (kauterisasi)

Cara menghilangkan tahi lalat lainnya adalah dengan membakar lapisan kulit pada tahi lalat atau disebut juga kauterisasi.

Dalam prosedur ini, dokter akan membius area kulit di sekitar tempat munculnya tahi lalat, kemudian mengalirkan listrik melalui alat logam ke jaringan kulit. Teknik ini akan mengeringkan kulit dan membuat bercak cokelat pada kulit terlepas.

5.   Bedah laser

Teknik ini menggunakan sinar laser untuk menghancurkan sel-sel tahi lalat di permukaan kulit. Namun, bedah laser berisiko menimbulkan jaringan parut dan hiperpigmentasi pada kulit, sehingga kita perlu mempertimbangkan dengan baik bila ingin menghilangkan tahi lalat dengan cara ini.

Risiko yang dapat muncul setelah menjalani cara menghilangkan tahi lalat di atas adalah infeksi bekas luka. Oleh karena itu, penting untuk menjaga luka agar tetap bersih dan tertutup. Selain itu, jaringan parut dan perubahan warna kulit juga bisa muncul pada luka bekas operasi.

6.   Menggunakan Cairan Nitrogen

Tidak banyak orang yang tahu jika tahi lalat bisa dihilangkan dengan penggunaan cairan nitrogen. Cairan dingin ini disemprotkan dengan dosis kecil pada tahi lalat yang ingin dihilangkan. Proses ini dapat menghilangkan tahi lalat tapi meninggalkan luka lepuh. namun, luka ini dapat hilang sendirinya.

7.   Metode Pembakaran

Metode pembakaran juga dapat menghilangkan tahi lalat yang tidak diinginkan. Tahi lalat akan ditempelkan logam panas dengan tenaga listrik, agar lapisan atasnya terbakar. Memang tidak ada efek samping yang timbul, tetapi harus dilakukan berulang kali.

Berbagai cara rumahan untuk hilangkan tahi lalat, seperti :

a.   Bawang Putih

Cara alami untuk menghilangkan tahi lalat adalah dengan bawang putih. Tempelkan bawang putih dan tutup dengan perban, lalu diamkan semalaman. Lakukan cara ini hingga tahi lalat menghilang.

b.   Cuka Sari Apel

Kamu juga bisa menggunakan cuka sari apel untuk menghilangkan tahi lalat. Kandungan asam malat dan tartaratnya dapat menghilangkan warna hitam pada kulit yang tidak diinginkan. Oleskan sedikit cuka ke tempat yang diinginkan, lalu diamkan sejenak dan bersihkan.

Pertimbangan dan penjelasan dokter mengenai cara menghilangkan tahi lalat perlu dijadikan rujukan agar kita tidak merasa ragu atau menyesalinya di kemudian hari. Jika mengalami keluhan karena tahi lalat, kita bisa berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan saran penanganan yang sesuai.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3770/cara-menghilangkan-tahi-lalat

Penanganan Nyeri dengan Pendekatan Non Farmakologi

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan  adanya atau potensi terjadinya kerusakan jaringan atau tergambarkan seperti ada kerusakan. Nyeri melibatkan aspek persepsi subyektif  (dilaporkan oleh pasien).

Klasifikas Nyeri dibagi 2 yaitu :

  1. Nyeri akut : Proses fisiologis yang berfungsi sebagai tanda potensi penyakit/situasi yang membahayakan. Dimulai dengan rangsangan pada reseptor nyeri. Berlangsung singkat (<30>2)
  2. Nyeri Kronis : Nyeri berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Umumnya berlanjut hingga melewati masa penyembuhan cedera atau berhubungan dengan penyakit kronis. Seringkali tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi dengan jelas.
  3. Nyeri Kanker : Nyeri yang terjadi pada pasien dengan keganasan / neoplastik. Nyeri ini dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri (misalnya: invasi tumor, obstruksi organ), dan pengobatan (misalnya: antikanker, radiasi, dan sayatan bedah),  serta prosedur diagnostik (misalnya, biopsi).

Penanganan nyeri dapat dilakukan secara farmakologi dengan menggunakan obat – obatan dan dapat dilakukan secara non farmakologi. Berikut cara penanganan nyeri secara non farmakologi, yaitu :

  1. Latihan Fisik : Dengan melakukan peregangan, penguatan dan latihan aerobik
  2. Intervensi Sederhana :Intervensi sederhana (misalnya, dengan cara edukasi penanganan nyeri . Diharapkan setelah intervensi tertentu mengurangi tekanan pasien dan membantu mengurangi nyeri pasca-prosedur) 
  3. Intervensi Psikologik : Dapat berupa manajemen diri (metode kognitif, relaksasi), terapi cognitive-behavioural, dan hipnosis. 
  4. Hidroterapi : Menggunakan air untuk tujuan terapeutik. Adapun efek fisiologis dan terapeutik didasari pada efek termal dan mekanik. 
  5. TENS (transcutaneus electrical nerve stimulation) : Terapi non invasif.  Prinsipnya meneruskan/menyampaikan arus listrik melalui perantara kulit.  Efek fisiologis berupa selektif depolarisasi saraf sensorik-motor-nosisepsi perifer pada lapisan kulit
  6. Cryotherapy : Terapi ini menggunakan ice pack, handuk dingin atau preparat gel pack yang diaplikasikan pada kulit dengan peringkat intensitas yang nyaman terhadap pasien. Diberikan selama 15 menit.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3783/penanganan-nyeri-dengan-pendekatan-non-farmakologi

Mencegah Stress Eating

Apakah Anda pernah memakan sepotong kue atau satu bungkus keripik setelah melewati hari yang melelahkan di kantor atau kuliah? Jika ya, Anda tidak sendirian. Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa stres berkaitan dengan perubahan asupan makanan pada orang dewasa maupun anak-anak. Sekitar 35–40% orang meningkatkan asupan makanannya ketika mengalami stres, yang disebut dengan ‘stress eating’. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian karena perilaku tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit kronik dalam jangka panjang, seperti obesitas, melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke.

Studi menunjukkan sebuah peristiwa yang memicu stres dapat mengaktivasi sistem yang berkaitan dengan metabolisme dan kognisi. Situasi saat seseorang makan dalam kondisi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor fisiologis dan psikologis. Dalam keadaan stres, tubuh kita akan menghasilkan hormon kortisol dalam jumlah banyak. Jika kadar hormon kortisol yang tinggi dipertahankan dalam jangka waktu lama, maka akan mengarah pada peningkatan konsumsi makanan, penimbunan lemak, dan peningkatan berat badan. Secara psikologis, perilaku makan juga dapat membantu perasaan seseorang menjadi lebih baik dan mengurangi stres. Namun, studi menunjukkan hal tersebut hanya memberikan efek beberapa waktu saja dan tidak bertahan lama.

Berdasarkan studi, waktu memiliki peran yang penting dalam nafsu makan dan gut hormone yang berespons terhadap stres. Hasilnya menunjukkan bahwa sore hingga malam hari merupakan waktu dengan risiko tinggi seseorang untuk makan berlebihan, terutama jika dihubungkan dengan paparan stres.

Melihat dampak buruk stress eating yang begitu besar terhadap kesehatan, perlu bagi kita melakukan pencegahan dan pengelolaan agar stress eating tidak menjadi suatu kebiasaan. Berikut ada berbagai cara pencegahan stress eating yang dapat kita lakukan secara mandiri :

  1.  Mindfulness eating. Kesadaran menjadi aspek yang paling penting dalam mencegah stress eating. Seseorang sering kali tidak menyadari perilaku makannya yang disebut dengan “mindless eating”. Perilaku tersebut terjadi karena seringkali kita tidak memikirkan apa yang kita lakukan dan membiarkan kebiasaan atau dorongan bawah sadar kita mengambil alih. Oleh karena itu, mindfulness dapat membantu kita menempatkan momen jeda secara sadar sebelum perilaku makan dilakukan. Saat Anda akan memulai makan, cobalah untuk berlatih beberapa teknik berikut : Berhenti sejenak, ambilah nafas beberapa kali, amati perasaan anda, pilihlah opsi yangsesuai dengan perasaan anda (makanan atau aktivitas).
  2. <!–[if !supportLists]–><!–[endif]–>Mencari Tahu Aktivitas yang Menenangkan. Salah satu alasan mengapa aktivitas makan tidak dapat menghilangkan stres dalam jangka waktu lama adalah karena makan berhubungan dengan kesenangan. Sementara, saat Anda mengalami stres, yang Anda butuhkan adalah ketenangan, bukan kesenangan. Jadi, bagaimana cara mengetahui apa yang menenangkan Anda ? Keluarkan selembar kertas dan lakukan latihan 5-5-5-5-5, lalu tuliskan:
  • Lima orang yang bisa Anda hubungi saat Anda merasa sedih, kesal, atau perlu untuk bercerita (teman, orang tua).
  • Lima cara Anda ingin bersantai (mandi air panas, angkat kaki)
  • Lima tempat yang Anda datangi untuk menenangkan diri (tempat tidur, taman favorit)
  • Lima hal yang dapat Anda katakan pada diri sendiri (“Saya bisa melakukan ini,” “Ini akan berlalu,” ).
  • Lima aktivitas yang dapat Anda lakukan untuk mengalihkan perhatian (memulai teka-teki, menonton film, menjalankan tugas, dll.)
  1. Gantungkan daftar ini di tempat yang mudah dilihat, seperti di lemari es atau lemari, dan lihatlah ketika Anda membutuhkan pengingat untuk membuat pengalihan. Lakukan pengalihan tersebut setidaknya selama lima menit.  

3. Melakukan Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi merupakan cara terbaik untuk membantu dalam manajemen stres. Teknik ini umumnya melibatkan fokus dan kesadaran. Saat Anda mempelajari teknik relaksasi, Anda akan menjadi lebih sadar akan kondisi fisik diri sendiri, seperti adanya ketegangan otot atau reaksi fisik lainnya terhadap stres. Setelah Anda mengetahui seperti apa respons stres yang dirasakan, Anda bisa mencoba melakukan teknik relaksasi segera setelah Anda mulai merasakan gejala stres. Hal ini dapat mencegah stres menjadi tidak terkontrol dan memunculkan stress eating. Selain itu, teknik relaksasi dapat dilakukan di mana saja tanpa adanya biaya yang dikeluarkan, meliputi teknik bernafas dalam, relaksasi otot progresif, dan visualisasi.

4.  Mencoba Alternatif Makanan Sehat

Jika teknik-teknik sebelumnya tidak sepenuhnya menghilangkan dorongan stress eating, Anda tetap dapat melanjutkan makan, namun dengan menggunakan makanan yang lebih sehat, seperti sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, serta cemilan sehat lainnya. Semua hal ini bisa bermanfaat bagi tubuh dan mencegah Anda dari kenaikan berat badan.

Stres eating merupakan perilaku normal, namun bisa juga merupakan aspek dari gangguan makan. Makan akibat stres dapat berkembang menjadi pola makan yang tidak teratur dan terkendali sehingga menjadi masalah bagi Anda dalam keseharian. Stres eating mungkin menjadi masalah jika:

  • <!–[if !supportLists]–>Sering terjadi
  • <!–[if !supportLists]–>Tidak dapat dikendalikan/dikontrol
  • <!–[if !supportLists]–>Menjadi cara utama untuk mengatasi stres
  • <!–[if !supportLists]–>Menyebabkan masalah lain, baik secara fisik maupun emosional.

Kapan saatnya mencari bantuan ?

Berbagai cara di atas dapat membantu Anda untuk mulai lebih memahami apa yang Anda rasakan dan bagaimana meresponsnya. Namun jika Anda sering mengalami stres akibat makan yang tidak terkendali dan sepertinya tidak bisa berhenti, mungkin inilah saatnya untuk mencari bantuan dan menemui profesional kesehatan mental, seperti psikiater.

Terapis dapat membantu dalam memahami pemicu Anda dan meningkatkan rutinitas perilaku baru untuk merespons stres. Selain itu, jika perilaku makan disebabkan oleh skema berpikir yang kurang tepat terkait stres, proses ini bisa dibantu oleh terapis dengan pendekatan terapi kognitif perilaku. Dengan memiliki pola pikir yang lebih baik, maka diharapkan kualitas hidup seseorang juga akan semakin meningkat.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3765/mencegah-stress-eating

Cegah Obesitas untuk Hindari Penyakit Degeneratif

Berdasarkan survei di Amerika, separuh dari orang dengan obesitas tidak mengetahui dampak negatifnya terhadap kesehatan. Bahkan, masih banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa ia mengalami obesitas. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan agar obesitas tidak hanya dikenal sebagai masalah kosmetik semata, namun merupakan penyakit serius dengan dampak kesehatan yang signifikan, dampak pada produktivitas, beban finansial, dan berisiko mengakibatkan kematian.

Obesitas merupakan permasalahan kesehatan global, yang kejadiannya terus meningkat secara signifikan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2020, diperkirakan terdapat 764 juta orang dewasa, yaitu sekitar 15% orang dewasa di dunia mengalami obesitas. Di Indonesia, sejak tahun 1999 hingga 2016 kasus overweight dan obes di Indonesia meningkat dari 15,8% menjadi 28,2%. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 bahkan menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami overweight atau obes.

Orang dengan obesitas berisiko mengalami penyakit kronis degeneratif dari ujung kepala hingga ujung kaki, seperti stroke, demensia, penyakit jantung dan pembuluh darah, obstructive sleep apnea (OSA), penyakit ginjal kronis, kanker, osteoarthritis, bahkan hingga penyakit kulit seperti dermatitis atopi dan psoriasis. Obesitas pada wanita juga berdampak pada keselamatan ibu dan anak saat persalinan. Obesitas juga meningkatkan risiko kematian. Data tahun 2019 menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko ke-5 terbesar atas kematian setelah darah tinggi, merokok, polusi udara dan gula darah tinggi. Dampak obesitas pada luaran penyakit dapat dilihat pada masa pandemi. Terbukti bahwa pasien COVID-19 dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami COVID-19 yang berat, seperti dirawat di ICU dan  menggunakan alat bantu pernapasan berupa ventilasi.

Untungnya, obesitas dapat dicegah dan diobati. Obesitas terjadi karena adanya energi atau kalori berlebih di tubuh sehingga tersimpan sebagai lemak. Untuk mencegah obesitas, kondisi kalori berlebih harus dihindari dengan keseimbangan antara asupan kalori dan aktivitas fisik. Gaya hidup sehat dan aktif seperti yang diingatkan oleh pemerintah melalui slogan “CERDIK” – Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres – dapat mengurangi risiko obesitas.

Bagi mereka yang telah mengalami obesitas, penurunan berat badan menjadi tujuan utama dalam penanganan. Tahap pertama penanganan adalah intervensi gaya hidup yang terdiri dari diet sehat dan aktivitas fisik yang teratur untuk mencapai defisit kalori. Intervensi dengan obat anti-obesitas (OAO) dipertimbangkan pada beberapa kondisi namun harus selalu diberikan sebagai terapi pendamping intervensi gaya hidup. Beberapa terapi obat yang bisa digunakan adalah orlistat, phentermine-topiramate, naltrexone-bupropion, liraglutide dan semaglutide. Syarat dimulai terapi OAO adalah IMT ? 30 kg/m2 atau IMT ? 27 kg/mdengan minimal satu penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi maupun gangguan lipid.  Pada kondisi obesitas berat, yaitu IMT ? 40 kg/matau IMT ? 35 kg/m dengan penyakit penyerta yang berat, intervensi bedah seperti bariatric surgery perlu dipertimbangkan. Karena tingginya risiko relaps pada obesitas, penanganan tidak berhenti saat target berat badan tercapai, namun berkelanjutan dengan pemantauan dan manajemen berkala.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3767/cegah-obesitas-untuk-hindari-penyakit-degeneratif

Mengenal Cedera Olahraga dan Cara Pencegahannya

Cedera olahraga adalah cedera yang terjadi selama aktivitas fisik atau olahraga. Cedera ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh seperti tulang, otot, tendon, dan ligamen. Berikut adalah beberapa jenis cedera olahraga yang umum dan cara pencegahannya:

Jenis Cedera Olahraga

1. Cedera Akut

  • Sprain (Terkilir): Cedera pada ligamen yang menghubungkan tulang di sendi.
  • Strain (Otot Terkilir): Cedera pada otot atau tendon.
  • Fraktur (Patah Tulang): Patah atau retak pada tulang.
  • Dislokasi: Tulang keluar dari sendi.
  • Cedera Rotator Cuff: Cedera pada otot dan tendon di sekitar bahu.

2. Cedera Kronis

  • Tendinitis: Peradangan pada tendon akibat penggunaan berlebihan.
  • Shin SplintsNyeri di tulang kering akibat aktivitas berlebihan.
  • Stress Fractures: Retakan kecil pada tulang akibat tekanan berulang.

Mengenali gejala awal dari cedera olahraga pun sangat penting untuk mencegah kondisi yang lebih serius dan memastikan pemulihan yang cepat.

Gejala Awal Cedera Olahraga

1. Nyeri

  • Nyeri Sendi: Nyeri pada sendi selama atau setelah aktivitas fisik bisa menjadi tanda awal cedera. Jika nyeri berlanjut atau semakin parah, ini mungkin menunjukkan adanya kerusakan pada struktur sendi.
  • Nyeri Otot: Nyeri otot yang muncul saat atau setelah berolahraga bisa menjadi tanda strain otot. Nyeri ini biasanya terasa saat otot digunakan atau ditekan.

2. Pembengkakan

Pembengkakan di sekitar area yang cedera adalah tanda umum dari cedera akut seperti sprain atau strain. Pembengkakan menunjukkan adanya peradangan atau akumulasi cairan di area tersebut.

3. Nyeri Tekan

Jika area tertentu terasa nyeri saat ditekan, ini bisa menjadi indikasi adanya cedera pada otot, tendon, atau tulang. Nyeri tekan yang signifikan di satu sisi tubuh dibandingkan dengan sisi lainnya adalah tanda yang jelas.

4. Rentang Gerak Terbatas

Kesulitan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi atau otot secara penuh bisa menunjukkan adanya cedera. Rentang gerak yang terbatas sering kali disertai dengan nyeri dan pembengkakan.

5. Mati Rasa atau Kesemutan

Gejala ini sering kali berkaitan dengan kompresi saraf dan bisa menjadi tanda cedera serius. Jangan mengabaikan mati rasa atau kesemutan, terutama jika berlanjut atau semakin parah.

6. Kelemahan Otot

Kelemahan atau ketidakmampuan untuk menopang berat badan pada area yang cedera bisa menunjukkan adanya robekan otot atau tendon. Kelemahan ini sering kali muncul setelah nyeri awal.

7. Perubahan Bentuk atau Bunyi

  • Benjolan atau Deformitas: Adanya benjolan atau perubahan bentuk pada area yang cedera bisa menunjukkan dislokasi atau patah tulang.
  • Bunyi Saat Digerakkan: Bunyi “klik” atau “pop” saat menggerakkan sendi bisa menjadi tanda adanya cedera pada ligamen atau tulang.

Kapan Harus Mencari Bantuan Medis ?

  • Nyeri yang Tidak Hilang: Jika nyeri berlanjut atau semakin parah setelah beberapa hari, segera konsultasikan dengan dokter.
  • Pembengkakan yang Signifikan: Pembengkakan yang tidak berkurang atau semakin parah memerlukan evaluasi medis.
  • Keterbatasan Gerak yang Parah: Jika Anda tidak bisa menggerakkan sendi atau otot secara normal, segera cari bantuan medis.
  • Mati Rasa atau Kesemutan yang Berlanjut: Gejala ini bisa menunjukkan cedera saraf yang serius dan memerlukan perhatian medis segera.
  • Kelemahan yang Signifikan: Kelemahan yang mengganggu aktivitas sehari-hari atau olahraga harus dievaluasi oleh profesional medis.

Cara Pencegahan Cedera Olahraga

1. Pemanasan dan Pendinginan

  • Pemanasan: Lakukan pemanasan sebelum berolahraga untuk meningkatkan aliran darah ke otot dan mengurangi risiko cedera. Contoh pemanasan termasuk jogging ringan atau dynamic stretching seperti jumping jacks dan arm circles.
  • Pendinginan: Setelah berolahraga, lakukan pendinginan dengan stretching statis untuk membantu otot kembali ke kondisi normal dan mengurangi kekakuan.

2. Teknik yang Benar

  • Pelatihan Teknik: Pelajari dan gunakan teknik yang benar dalam setiap olahraga untuk mengurangi tekanan pada tubuh. Instruktur atau pelatih dapat membantu memperbaiki teknik.
  • Peralatan yang Tepat: Gunakan peralatan yang sesuai dan dalam kondisi baik, seperti sepatu dengan dukungan yang memadai dan pelindung seperti helm dan pelindung lutut.

3. Latihan Kekuatan dan Fleksibilitas

  • Latihan Kekuatan: Latihan kekuatan seperti angkat beban dapat memperkuat otot dan ligamen, mengurangi risiko cedera.
  • Latihan Fleksibilitas: Peregangan secara rutin dapat meningkatkan fleksibilitas otot dan sendi, mengurangi risiko cedera.

4. Istirahat yang Cukup

  • Istirahat: Berikan waktu istirahat yang cukup antara sesi latihan untuk memungkinkan tubuh pulih. Hindari overtraining yang dapat menyebabkan cedera kronis.
  • Pemulihan Cedera: Pastikan cedera sebelumnya telah sembuh sepenuhnya sebelum kembali berolahraga untuk menghindari cedera ulang.

5. Hidrasi dan Nutrisi

  • Hidrasi: Minum cukup air sebelum, selama, dan setelah berolahraga untuk mencegah dehidrasi yang dapat meningkatkan risiko cedera.
  • Nutrisi: Konsumsi makanan yang seimbang dengan cukup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral untuk mendukung kesehatan otot dan tulang.

6. Pemeriksaan Medis Rutin

Konsultasi Medis: Lakukan pemeriksaan medis rutin untuk memantau kesehatan dan kebugaran tubuh. Diskusikan dengan dokter tentang program latihan yang sesuai dengan kondisi fisik Anda.

7. Penggunaan Alat Pelindung

Gunakan alat pelindung yang sesuai dengan jenis olahraga yang dilakukan, seperti pelindung mulut, pelindung lutut, dan helm.

Pengobatan sering dimulai dengan metode RICE (Rest, Ice, Compression, dan Elevation) untuk meredakan nyeri, mengurangi pembengkakan, dan mempercepat penyembuhan. Perawatan lain yang mungkin termasuk obat pereda nyeri seperti ibuprofen atau acetaminofen, imobilisasi area yang cedera, rehabilitasi, dan kadang-kadang operasi.

Dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan ini, risiko cedera olahraga dapat diminimalkan, memungkinkan Anda untuk tetap aktif dan sehat. Jika cedera terjadi, segera hentikan aktivitas dan konsultasikan dengan profesional medis untuk penanganan yang tepat.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3786/mengenal-cedera-olahraga-dan-cara-pencegahannya

Kehamilan dapat Menyebabkan Gagal Jantung?

Peripartum cardiomyopathy (PPCM) adalah kondisi serius yang menyebabkan gagal jantung pada wanita selama bulan terakhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Meskipun jarang terjadi, PPCM dapat mengancam nyawa dan memerlukan perhatian medis segera. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya PPCM.

1. Pemeriksaan Kehamilan Rutin

Pemeriksaan kehamilan yang rutin dan teratur sangat penting untuk memastikan kesehatan ibu dan janin. Selama pemeriksaan, dokter dapat memantau tanda-tanda awal yang mungkin menunjukkan risiko PPCM dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.

2. Kendalikan Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi atau hipertensi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko PPCM. Untuk mengurangi risiko ini selalu cek tekanan darah anda selama kunjungan prenatal, konsumsi makanan rendah garam dan kaya nutrisi, lakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki atau yoga prenatal setelah mendapatkan persetujuan dokter.

3. Kelola Stres

Stres yang berlebihan dapat mempengaruhi kesehatan jantung. Beberapa cara untuk mengelola stres termasuk dengan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga. Dukungan sosial juga merupakan factor penting dalam pengelolaan stress: berbicara dengan teman, keluarga, atau bergabung dengan kelompok dukungan untuk ibu hamil, dapat membantu calon ibu unuk lebih rileks.

4. Hindari Kebiasaan Tidak Sehat

Kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi kehamilan, termasuk PPCM. Jika Anda merokok atau minum alkohol, sangat penting untuk berhenti selama kehamilan.

5. Gizi yang Baik

Pola makan yang seimbang dan sehat dapat membantu menjaga kesehatan jantung dan mengurangi risiko PPCM. Pastikan untuk makan makanan kaya nutrisi, yaitu diet yang terfokus pada buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak. Minum air yang cukup untuk memastikan tubuh terhidrasi dengan baik.

6. Mengenali Gejala PPCM

Mengetahui tanda-tanda awal PPCM dapat membantu mendapatkan perawatan medis lebih cepat. Gejala-gejala tersebut meliputi:

– Sesak Napas: Baik saat beraktivitas maupun beristirahat.

– Bengkak pada Kaki dan Pergelangan Kaki: Akibat penumpukan cairan.

– Kelelahan Ekstrem: Merasa sangat lelah tanpa alasan yang jelas.

– Palpitasi Jantung: Detak jantung yang tidak teratur atau berdebar-debar.

Jika Anda mengalami gejala-gejala ini, segera hubungi dokter.

7. Riwayat Kesehatan

Diskusikan riwayat kesehatan Anda dengan dokter. Jika ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau kardiomiopati, dokter mungkin akan melakukan pemantauan lebih ketat selama kehamilan Anda.

8. Ikuti Saran Medis

Patuh terhadap semua saran dan rekomendasi medis dari dokter sangat penting untuk mencegah PPCM. Jangan ragu untuk mengajukan pertanyaan atau menyampaikan kekhawatiran Anda kepada dokter.

Lalu apa yang harus diperhatikan berikutnya bila anda terdiagnosis dengan PCM?

Penanganan PPCM memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai spesialis. Berikut adalah beberapa pendekatan utama dalam penanganan PPCM:

Medikamentosa:

Diuretik: Merupakan obat untuk mengurangi penumpukan cairan melalui urin, hal ini diharapkan dapat mengurangi rasa sesak, bengkak-bengkak, serta menurunkan beban kerja jantung.

Obat Tekanan Darah: Untuk mengurangi tekanan darah dan melindungi jantung, sesuai dengan kondisi anda secara umum anda akan diberikan obat penurun tekanan darah seperti ACE Inhibitor/ARB dan/atau Beta-blocker.

Obat pengencer darah/ Antikoagulan: Untuk mencegah pembekuan darah pada pasien dengan fungsi jantung yang sangat rendah.

Non-Medikamentosa:

Mendukung Gaya Hidup Sehat: Termasuk diet sehat, latihan fisik yang diawasi, dan berhenti merokok.

Pemantauan Ketat: Pemantauan tanda-tanda vital dan kondisi jantung secara teratur.

Intervensi Bedah:

Dalam kasus yang sangat parah, transplantasi jantung atau penggunaan perangkat bantuan jantung mungkin diperlukan.

Prognosis untuk pasien dengan PPCM bervariasi. Beberapa wanita mungkin mengalami pemulihan penuh fungsi jantung dalam beberapa bulan hingga satu tahun setelah diagnosis, sementara yang lain mungkin mengalami penurunan fungsi jantung yang berkelanjutan dan memerlukan pengobatan seumur hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis meliputi:

Fungsi Jantung Awal: Semakin rendah fraksi ejeksi awal, semakin buruk prognosisnya.

Respon Terhadap Pengobatan: Pasien yang merespon baik terhadap pengobatan biasanya memiliki prognosis yang lebih baik.

Komorbiditas: Kehadiran kondisi medis lain seperti diabetes atau hipertensi dapat memperburuk prognosis.

Pencegahan PPCM melibatkan kombinasi dari perawatan prenatal yang baik, gaya hidup sehat, dan kewaspadaan terhadap gejala yang mencurigakan. Dengan langkah-langkah ini, risiko terjadinya PPCM dapat diminimalkan, sehingga ibu hamil dapat menikmati kehamilan yang sehat dan aman.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3781/kehamilan-dapat-menyebabkan-gagal-jantung

Serangan Jantung pada Usia Muda? Memangnya bisa?

Masalah jantung merupakan tantangan serius dalam kesehatan global yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Penyakit jantung dapat mencakup berbagai kondisi, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gangguan irama jantung. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyebab kematian utama di tingkat global, dengan tingkat kematian mencapai 17,9 juta nyawa setiap tahunnya. Data penyakit jantung di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Hal ini menandakan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi permasalahan kesehatan yang semakin serius di negara ini. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, angka kejadian penyakit jantung terus meningkat setiap tahunnya. Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di Indonesia, menyumbang sejumlah besar kasus morbiditas dan mortalitas. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah kasus penyakit jantung mencapai 1,5 % yang artinya mengalami peningkatkan dalam kurun 5 tahun terakhir sebanyak 3 kali lipat. Berdasarkan kelompok usia, persentase kasus penyakit jantung pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 2,4 %, kelompok usia 35-44 tahun sebesar 1,3 %, dan kelompok usia 25-34 tahun mencapai 0,8 %.

Serangan jantung pada usia muda menjadi perhatian serius dalam bidang kesehatan. Meskipun serangan jantung umumnya dikaitkan dengan orang tua atau faktor risiko jangka panjang, angka serangan jantung pada usia muda telah meningkat secara signifikan. Serangan jantung terjadi ketika aliran darah yang mengandung oksigen ke otot jantung mengalami gangguan atau terhenti secara tiba-tiba. Gangguan ini disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat penumpukan plak, yang terdiri dari lemak, kolesterol, dan zat lainnya. Proses ini dikenal sebagai aterosklerosis. Apabila plak tersebut pecah, dapat menyebabkan pembekuan darah yang menghalangi aliran darah normal ke otot jantung. Akibatnya, terjadi kerusakan atau bahkan kematian pada jaringan otot jantung.

Beberapa faktor risiko dan tantangan unik dapat membuat seseorang mengalami serangan jantung pada usia yang relatif muda, sehingga penting untuk memahami dan menyadari hal ini. Studi Lu dkk., (2022) menganalisis data dari 2.264 orang berusia 18 hingga 55 tahun yang dirawat inap akibat serangan jantung. Studi tersebut menemukan bahwa terdapat tujuh faktor risiko yang secara ilmiah terbukti signifikan menyebabkan serangan jantung pada usia muda, antara lain:

Diabetes

Diabetes meningkatkan risiko serangan jantung karena dapat merusak pembuluh darah dan saraf, menyebabkan peradangan, dan memicu penumpukan plak pada dinding arteri. Gula darah tinggi dapat merusak pembuluh darah jantung, meningkatkan tekanan darah, dan menyebabkan kerusakan pada sistem kardiovaskular.

Depresi

Keterkaitan antara depresi dan serangan jantung telah banyak diteliti. Depresi dapat memengaruhi gaya hidup, seperti kurangnya aktivitas fisik dan kecenderungan merokok, serta memicu perubahan biologis yang dapat merusak fungsi jantung. Selain itu, depresi dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko lain, seperti tekanan darah tinggi.

Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi membebani jantung dengan memaksanya bekerja lebih keras untuk memompa darah. Pada jangka panjang, hal ini dapat merusak arteri dan meningkatkan risiko serangan jantung. Pembuluh darah terkait dapat mengalami penebalan atau pelebaran yang tidak normal sehingga memudahkan pembentukan bekuan darah.

Merokok

Rokok mengandung zat kimia yang dapat merusak pembuluh darah, meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL), dan memicu peradangan. Nikotin dalam rokok juga dapat menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi jumlah oksigen yang sampai ke jantung, semua faktor di atas dapat meningkatkan risiko serangan jantung.

Riwayat Keluarga Serangan Jantung

Jika ada riwayat serangan jantung dalam keluarga, terutama pada orang tua atau saudara kandung, risiko seseorang untuk mengalami serangan jantung juga meningkat. Faktor genetik dan faktor gaya hidup yang dapat diwariskan, seperti kebiasaan makan dan tingkat aktivitas fisik, dapat berkontribusi pada peningkatan risiko ini.

Pendapatan Rumah Tangga Rendah

Pendapatan rendah dapat menjadi faktor risiko serangan jantung melalui pengaruhnya terhadap gaya hidup dan akses terhadap perawatan kesehatan yang memadai. Keterbatasan ekonomi dapat membatasi akses terhadap makanan bergizi, fasilitas kebugaran, dan perawatan kesehatan yang diperlukan untuk mengelola faktor risiko kesehatan.

Kolesterol Tinggi

Kolesterol tinggi, khususnya kadar LDL yang tinggi, dapat menyebabkan penumpukan plak pada dinding arteri. Plak ini dapat menghalangi aliran darah ke jantung sehingga menyebabkan serangan jantung. Oleh karena itu, mengelola kadar kolesterol dengan pola makan sehat dan gaya hidup aktif sangat penting untuk mengurangi risiko serangan jantung.

Gejala Serangan Jantung pada Usia Muda

Serangan jantung pada usia muda mungkin tidak selalu menunjukkan gejala khas layaknya kelompok lansia yaitu nyeri dada kiri terasa seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri .Oleh karena itu, penting untuk memahami gejala lainnya yang tidak selalu terkait dengan nyeri dada, antara lain:

  • Nyeri atau ketidaknyamanan di bagian atas tubuh, lengan, leher, atau punggung.
  • Sesak napas.
  • Mual atau muntah.
  • Kelelahan yang berlebihan.
  • Pusing atau pingsan.

Berikut ini adalah 6 langkah sehat untuk mencegah serangan jantung yang penting untuk diketahui kelompok usia muda, antara lain:

  1. Periksa kesehatan secara rutin seperti mengukur tekanan darah, kadar gula darah, dan kadar kolesterol dalam tubuh.
  2. Menghindari rokok dan alkohol.
  3. Berolahraga secara teratur, minimal 30 menit per hari atau 150 menit per minggu dengan olahraga intensitas sedang.
  4. Kelola stres dengan melakukan meditasi, melatih berpikir positif, atau melakukan hobi yang menyenangkan.
  5. Terapkan diet sehat jantung seperti tinggi serat, rendah lemak, kaya akan omega 3, dan batasi konsumsi garam serta daging merah.
  6. Jaga berat badan ideal

Dengan menerapkan langkah pencegahan tersebut, maka risiko serangan jantung, baik bagi kelompok usia muda maupun kelompok lansia dapat diminimalisir.

Mengetahui perbedaan antara serangan jantung dan henti jantung merupakan hal yang krusial. Serangan jantung terjadi saat aliran darah ke jantung terhenti, sedangkan henti jantung melibatkan kelainan listrik yang membuat detak jantung berhenti. Meskipun serangan jantung bisa menjadi pemicu henti jantung, keduanya memiliki mekanisme dan pendekatan penanganan yang berbeda. Oleh karena itu, jika mengalami gejala-gejala serangan jantung atau merasa ragu terkait kondisi yang sedang dialami, sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan atau mendatangi fasilitas kesehatan terdekat.

Sumber

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3779/serangan-jantung-pada-usia-muda-memangnya-bisa

1 4 5 6 7 8 26

Search

+